Sabtu, 26 Desember 2020

TIPE DAN GAYA KEPEMIMPINAN

 Ditulis Oleh: Wahid Suharmawan

Tipe kepemimpinan dapat diartikan sebagai bentuk atau pola atau jenis kepemimpinan, yang di dalamnya diimplementasikan satu atau lebih perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai pendukungnyaSedangkan  Gaya  Kepemimpinan  diartikan  sebagai  perilaku atau cara  yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Sehubungan dengan itu Eungene Emerson Jennings dan Robert T Golembiewski mengemukakan 6 tipe kepemimpinan yang terdiri dari :

 A.   TIPE DAN GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER

Tipe kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Pemimpin ini tidak mengikutsertakan dan tidak memperbolehkan bawahan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tidak mentoleransi adanya penyimpangan. Pemimpin otoriter merasa memperoleh dan memiliki hak-hak istimewa dan harus diistimewakan oleh bawahannya.

Dengan kata lain anggota organisasi/bawahan tidak memiliki hak sesuatu apapun, dan hanya memiliki kewajiban dan tanggung jawab melaksanakan keputusan dan perintah. Tugas dan tanggung  jawab  itu  harus  dilaksanakan  tanpa  boleh  membantah.  Apabila  pelaksanaannya berbeda dari yang diputuskan atau diperintahkan, meskipun hasilnya lebih baik akan diartikan oleh pemimpin  sebagai  penyimpangan  atau  kesalahan  yang  harus dijatuhkan  hukuman atau sanksi.

Pemimpin otoriter berpendapat keberhasilan dapat dicapai dari rasa takut bawahan pada nasibnya yang akan memperoleh sanksi atau hukuman berat dan merugikam apabila berbuat kesalahan atau kekeliruan atau penyimpangan dari keputusan pimpinan. Kondisi itu akan menimbulkan kepatuhan yang tinggi karena rasa takut atau kepatuhan yang bersifat palsu atau berpura-pura pada pimpinan.

Kepemimpinan  otoriter  organisasinya  tidak  dinyatakan  milik  bersama  untuk  mencapai tujuan yang sama. Bawahan sebagai manusia hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan pemimpin. Oleh karena itu, sering terjadi perlakuan yang tidak manusiawi terhadap para anggota organisasi atau bawahan. Anggota organisasi atau bawahan disebutnya buruh atau karyawan yang  berada  dilingkungannya  karena  diupah  sebagai  pembayar  pelaksanaan  pekerjaan  yang harus dilaksanakannya secara patuh tanpa membantah. Kondisi seperti ini cendderung dominan dilingkungan organisasi yang disebut perusahaan atau industri. Di lingkungan tersebut masih banyak pemimpin otoriter yang memandang anggota organisasi/bawahannya sekedar alat atau sarana produksi seperti benda yang disebut mesin. Diantara perlakuan yang tidak manusiawi itu adalah pembayaran upah yang sangat rendah, pemotongan upah hanya karena kesalahan kecil, jam kerja yang melampaui batas ketentuan yang berlaku.

 

Dampak dari kepemimpinan otoriter yang dilaksanakan pada titik ekstrim tertinggi pada kehidupan organisasi sebagaimana diuraikan di atas adalah :

1. Anggota organisasi cenderung pasif, bekerja menunggu perintah, tidak berani mengambil keputusan dalam memecahkan masalah.

2. Anggota organisasi tidak ikut berpartisipasi aktif bukan karena tidak mempunyai kemampuan tetapi enggan menyampaikan inisiatif, gagasan, ide, saran, dan pendapat karena merasa tidak dihargai dan bahkan dinilai sebagai pembangkangan.

3.   Kepemimpinan otoriter yang mematikan inisiatif, kreativitas dan lain-lain. 

4. Pemimpin otoriter tidak membina dan tidak mengembangkan potensi kepemimpinan anggota organisasinya dalam arti pemimpin tidak melakukan kegiatan sehingga sulit memperoleh pemimpin pengganti diantara anggota jika keadaan mengharuskan.

5. Disiplin, rajin dan bersedia bekerja keras serta kepatuhan dilakukan dengan berpura-pura, karena takut pada sanksi. Dalam situasi tersebut kerap kali muncul tokoh pengambil muka atau penjilat yang tidak disukai anggota organisasi.

6. Secara diam-diam muncul kelompok penantang yang menunggu kesempatan untuk melawan, menghambat, menyabot, atau melakukan tindakan-tindakan yang merugikan organisasi terutama pimpinan.

7.   Tidak ada rapat, diskusi atau musyawarah karena dianggap membuang-buang waktu.

8.  Disiplin diterapkan secara ketat dan kaku, sehingga iklim keerja menjadi tegang, saling mencurigai dan tidak mempercayai sesama anggota organisasi.

9.  Pemimpin  cenderung  tidak  menyukai  dan  menghalangi  terbentuknya  kelompok  atau serikat pekerja yang dibentuk organisasi.

 

Gaya kepemimpinan tidak berorientasi pada anggota organisasi sejalan dengan teori X yang beranggapan bahwa manusia (anggota organisasi) memiliki sifat malas, penakut dan tidak bertanggung jawab. Tipe kepemimpinan otoriter yang dilaksanakan dari titik ekstrim tertinggi dari pergeserannya ke arah kepemimpinan demokratis, terdiri dari :

 

1.    Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Otokrat

  1. Berorientasi   pada   pelaksanaan   tugas   sebagai   perilaku   yang   terpenting   dalam mewujudkan kepemimpinan yang efektif.
  2. Pelaksanaan  tugas  tidak  boleh  keliru  atau  salah  atau  menyimpang  dari  instruksi pimpinan.
  3. Pemimpin bertolak dari prinsip bahwa manusia lebih suka diarahkan tanpa memikul tanggung jawab, daripada diberi kebebasan merencanakan dan melaksanakan sesuatu yang harus memikulkan tanggung jawab.
  4. Tidak   ada   kesempatan   bagi   anggota   organisasi   untuk   menyampaikan   inisiatif, kreativitas,  saran,  pendapat  dan  kritik  karena  fungsinya  adalah  melaksanakan  tugas bukan berfikir untuk menciptakan dan mengembangkan tugas/organisasi.
  5. Tidak berorientasi pada hubungan manusiawi dengan anggota organisasi, yang dinilai sebagai kondisi yang membuat anggota organisasi menjadi lalai.
  6. Tidak percaya pada anggota organisasi atau orang lain.

 

2.    Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Diktatoris 

a.   Berperilaku sebagai penguasa tunggal yang tidak dapat diganti karena merasa bahwa dirinya diciptakan untuk berkuasa.

b.   Setiap kehendak atau kemauan pemimpin diktatoris harus terlaksana, meskipun harus dilaksanakan dengan menghalalkan segala cara.

c. Orientasi gaya kepemimpinannya hanya pada hasil, tidak peduli bagaimana cara mencapainya. Meskipun harus mengorbankan orang lain, khususnya anggota organisasi.

d.  Bersembunyi dibalik slogan-slogan sebagai pelindung, penyelamat, pembeal, pahlawan, pemimpin yang akan mewujudkan cita-cita bagi anggota organisasinya.

e.    Ucapan diberlakukan sebagai peraturan atau undang-undang yang tidak boleh dibantah.

f.   Senjata utama dalam menjalankan kepemimpinannya adalah ancaman hukuman yang berat bagi yang menentang atau berkhianat.

g.    Diantara anggota organisasi terjadi saling curiga mencurigai, karena yang satu berprasangka pada yang lain sebagai antek-antek pemimpin yang diktator.

h.   Anggota organisasi tidak boleh mengomentari ucapan, perkataan, keputusan, kebijakan karena dianggap sebagai pembangkangan atau penghianatan.

 

3.    Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Otokratik Lunak (Benevolent Autocratic) 

    1. Pemimpin berorientasi pada hasil, dengan dimanipulasi berorientasi pada anggota organisasi dalam kadar yang rendah antara lain dengan memberikan motivasi agar melakukan keputusan atau perintah atasan.
    2. Kepemimpinan dalam menuntut ketaatan dan kepatuhan dengan membuat peraturan- peraturan.
    3. Pemimpin  cenderung  kurang  percaya  pada  dirinya  sendiri  dan  anggota  organisasi terutama dalam membuat keputusan dengan selalu mencari pendukung.
    4. Menolak kreativitas, inisiatif dari anggota organisasi yang bukan kroninya.
    5. Sanksi dan hukuman tetap merupakan senjata dalam menuntut kepatuhan anggota organisasinya. 

4.    Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Diserter (Pembelot)

    1. Pemimpin menghindar dari tugas dan tanggung jawab mempengaruhi, menggerakan, dan mengarahkan anggota organisasi untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
    2. Pemimpin tidak senang membuat rencana dan melaksanakan kegiatan yang tidak menguntungkannya.
    3. Pemimpin cenderung melibatkan diri pada tugas-tugas yang ringan, mudah dan tidak banyak mengeluarkan tenaga/energi fisik atau psikis.
    4. Pemimpin senang menyendiri dan tidak menyukai pergaulan dan cenderung tertutup pada anggota organisasinya.
    5. Pemimpicenderung iri  hati  pada orang lain  terutama pada temannya  yang sukses sebagai sesama pemimpin.
    6. Pemimpin mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan. 

5.    Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Missionary (Pelindung dan Penyelamat) 

    1. Pemimpin mengutamakan orientasi hubungan dengan anggota organisasinya, sehingga sering terlihat ramah, banyak senyum, dan akrab.
    2. Pemimpin berusaha keras untuk mencegah pertentangan/konflik, perdebatan dan permusuhan dengan orang lain.
    3. Pemimpin dalam bekerja berusaha menghindari formalitas dan birokrasi sehingga organisasi akan terkesan memperoleh kemudahan dalam menjumpai atau mengahadap pimpinan.
    4. Pengawasan dijadikan sarana untuk memberi kesan bahwa pimpinan meberi perhatian pada anggota otganisasi dalam melaksanakan keputusan. 

6.    Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Kompromi (Comprommiser)

a.  Pemimpin dalam gaya ini untuk mempertahankan kekuasaannya tidak berorientasi pada anggota organisasi, tetapi pada atasannya yang berpengaruh dan menentukan jabatan kepemimpinannya.

b.  Mengikutsertakan bawahan dalam mengambil keputusan, bukan untuk memberikan kesempatan menyampaikan gagasan, kreativitas dll, tetapi untuk meyakinkan bahwa rencana keputusan yang telah disiapkannya diterima dan dilaksanakan.

c.       Sebelum membuat keputusan dan pelaksanaan pekerjaan, pemimpin selalu memperhitungkan untung rugi bagi dirinya.

d.    Tidak tertarik dengan pengembangan pekerjaan dan organisasi, karena akan menambah beban kerja dan tanggung jawab.

e.   Mampu bekerjasama dengan bwahan dalam artian dimanfaatkan dan diperalat untuk melaksanakan pekerjaan yang memungkinkan pemimpin dinilai positif oleh berbagai pihak.

f.   Memberikan dorongan  dan motivasi secara selektif pada anggota organisasi dengan mengutamakan bawahan yang mengerjakan pekerjaan yang hasilnya akan dinilai sebagai prestasi pemimpin.

 

B.   TIPE DAN GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

Filsafat  demokratis  yang mendasari  pandangan  tipe dan  semua  gaya  kepemimpinan  ini adalah pengakuan dan penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama.


Dengan filsafat demokratis tersebut diimplementasikan nilai-nilai demokratis di dalam tipe kepemimpinan, yang terdiri dari :

1.   Mengakui   dan   menghargai   manusia   sebagai   makhluk   individual,   yang   memiliki perbedaan kemampuan antara satu dengan yang lain, tidak terkecuali antara para anggota di lingkungan sebuah organisasi.

2.  Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu sebagai makhluk sosial dalam mengekspresikan diri melalui prestasi masing-masing di lingkungan organisasinya sebagai masyarakat kecil.

3.  Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu untuk mengembangkan kemampuannya yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

4.   Menumbuhkan dan  mengembangkan  kehidupan  bersama  dalam  kebersamaan  melalui kerjasama   yang   saling   mengakui,   menghargai   dan   menghormati   kelebihan   dan kekurangan setiap individu.

5.   Memberikan perlakuan yang sama terhadap tiap individu 

6.  Memikulkan kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menggunakan hak masing- masing untuk mewujudkan kehidupan bersana yang harmonis.

 

Sehubungan dengan itu Sondang P.Siagian (1989, h.18) mengatakan bahwa tipe kepemimpinan yang tepat bagi seorang pemimpin adalah tipe yang demokratik dengan karakteristik sebagai berikut :

1.   Kemampuan pemimpin mengintegrasikan organisasi pada peranan dan porsi yang tepat.

2.   Mempunyai persepsi yang holistik

3.   Menggunakan pendekatan yang integralistik

4.   Organisasi secara keseluruhan

5.   Menjunjung tinggi harkat dan martabat bawahan

6.   Bawahan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan

7.   Terbuka terhadap ide, pandangan dan saran bawahannya.

8.   Teladan

9.   Bersifat rasional dan obyektif

10. Memelihara kondisi kerja yang kondusif, inovatif, dan kreatif.

 

Sejalan dengan uraian-uraian terdahulu bahwa tipe kepemimpinan demokratis juga dapat bergerak dari titik ekstrim tertinggi yang menggambarkan gaya atau perilaku kepemimpinan sangat demokratis, sampai titik ekstrim rendah yang bertolak belakang menjadi tipe kepemimpinan  otoriter. Dalam  pergeseran  itu  tipe  demokratis  berlangsung dalam  gaya  atau perilaku kepemimpinan yang terdiri dari :

 

1.    Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Birokrat (Bureucrat)

a.    Pemimpin   mengutamakan   ketaatan   pada   peraturan,   prosedur,   dan   mekanisme kerja/kegiatan yang telah ditentukan

b.      Pemimpin yang lebih tinggi menuntut ketaatan pemimpin yang lebih rendah di dalam satu struktur, organisasi, sebagai pemegang kekuasaan dalam melaksanakan sebagian fungsi dan tugas pokok organisasi.

c.  Pemimpin berusaha mengembangkan hubungan informal dalam rangka mengimbangi hubungan kerja formal yang statis dan kaku.

d.     Pemimpin dalam mewujudkan dan membina kerjasama dilakukan dengan orientasi pada posisi atau kedudukan anggota.

e.  Pemimpin kurang aktif menciptakan dan mengembangkan kegiatan organisasi karena cenderung tidak menyukai perubahan dan perkembangan.

f.       Pemimpin lamban dalam mengambil keputusan yang didasarkan atas tata hubungan kerja sebagai proses kerja yang dibakukan atau sesuai prosedur dan mekanisme kerja.

g.      Pemimpin lebih menyukai pekerjaan rutin yang statis dan beresiko rendah. 

 

2.    Gaya   atau    Perilaku    Kepemimpinan    Pengembang   dan    Pembangun   Organisasi

 (Developer)

a.   Pemimpin   sangat   mahir   dalam   menciptakan,   mengembangkan   dan   membina kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

b. Pemimpin bekerja secara teratur dan bertanggung jawab sehingga efektivitas dan efisiensi kerja tinggi dalam menggerakan bawahan.

c.   Pemimpin mau dan mampu mempercayai orang lain dalam melaksanakan pekerjaan, dengan memberikan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas.

d.  Pemimpin  selalu  berusaha  meningkatkan  kemampuan  kerja  anggota  organisasi sebagai bawahannya, agar prosesnya selalu sesuai dengan standar kualitas kerja.

e. Pemimpin memiliki kemauan dan kemampuan yang positif dalam menghargai, menghormati dan memberdayakan anggota organisasi/bawahan sebagai subyek.

f.  Pemimpin memiliki kemauan dan kemampuan membina hubungan manusiawi yang efektif di dalam dan diluar jam kerja.

g.    Pemimpin meyakini bahwa anggota organisasi atau bawahan merupakan individu/manusia yang mampu bertanggung jawab apabila diberi kesempatan sesuai dengan batas-batas potensi yang dimilikinya.

 

3.    Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Eksekutif (Executive)

Tipe kepemimpinan demokratis sesuai dengan pengertian atau makna perkataan eksekutif”

yang berarti pemimpin pelaksana.

a.  Memiliki keyakinan bahwa orang lain khususnya anggota organisasi dapat bekerja dan menjadi pemimpin sebaik dirinya, sehingga tidak boleh diremehkan dan harus dihormati/dihargai secara layak dan manusiawi.

b.      Pemimpin memiliki komitmen yang tinggi

c.    Pemimpin  cenderung  memiliki  orientasi  pada  kualitas  pelaksanaan  tugas  dan hasilnya.

d.      Berdisiplin dalam bekerja, sehingga sangat meyakinkan, disegani dan dihormati oleh anggota organisasi.

e.  Pemimpin   selalu   berusaha   menumbuhkan,   memelihara   dan   mengembangkan partisipasi  aktif  anggota  organisasi  melalui  kemampuannyamemberikan  motivasi kerja secara terpadu.

f.    Pemimpin  memiliki  semangat,  moral,  loyalitas  dan  dedikasi  kerja  yang  tinggi sehingga menjadi teladan bagi anggota organisasi.

g.    Pemimpin memiliki kemampuan menumbuhkan kesadaran dan kesediaan bekerja keras untuk menjadi anggota organisasi yang sukses tanpa menekan atau memaksa.

h.      Pemimpin menempatkan dan menghargai anggota organisasi sebagai rekan tidak sekedar bawahan.

i.        Pemimpin memiliki kemampuan mewujudkan Kualitas Kehidupan Kerja (K3) atau Quality Of Work Life (QWL) yang kondusif, sehingga anggota organisasi merasa aman, terjamin dan memiliki kepuasan kerja yang tinggi.

j.        Pemimpin  memiliki  perhatian  yang  positif  dalam  menyelesaikan  konflik  antar sesama anggota organisasi/bawahan dan antar bawahan dengan pimpinan (manajer), terutama berupa konflik non fungsional.

k. Pemimpin terbuka terhadap kritik, saran dan pendapat, yang dimanfaatkannya untuk memperbaiki kekeliruan atau kesalahan dalam melaksanakan kepemimpinannya.

l.  Pemimpin memiliki kemampuan membedakan masalah yang perlu dan tidak perlu diselesaikan di dalam atau diluar rapat.

 

4.    Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Organisatoris dan Administrator

a.   Pemimpin   menyukai   pembagian   dan   pembidangan   kerja   yang   jelas   dengan membentuk unit-unit kerja, seperti urusan, seksi, bagian, bidang, biro, divisi, departemen dll.

b.   Pemimpin bekerja secara berencana dengan langkah-langkah  yang sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, diawali dengan penyusunan perencanaan, melakukan pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilaksanakan dengan tertib/teratur dan berkesinambungan.

c.     Pemimpin sangat mementingkan tersedianya data atau informasi yang mutakhir baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif untuk dipergunakan dalam pengambilan keputusan.

d.  Pemimpin yang memiliki kemampuan mewujudkan kerjasama, ternyata rendah orientasinya pada hubungan kemanusiaan dengan anggota organisasi yang dituntut kepatuhannya  dalam  melaksanakan  tugas  masing-masing  sesuai  dengan pembidangan dan pembagian kerja yang telah ditetapkan.

e.       Pemimpin dalam bekerja atau mengelola organisasi dan anggotanya berpegang teguh pada peraturan, baik dari organisasi atasan maupu yang ditetapkan secara khusus untuk lingkungan organisasinya.

f.       Pemimpin memiliki kemampuan untuk meyakinkan anggota organisasi bahwa ide/gagasan, inisiatif, kreativitas, inovasi dll yang datang dari dirinya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

 

5.    Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Resmi (Legitimate/Headmanship)

Gaya atau perilaku kepemimpinan ini termasuk bagian dari tipe kepemimpinan demokratis, yang diantaranya disebut Kepala Kantor, Kepala Biro, Ketua Tim, Ketua Lembaga Penelitian, Direktur Keuangan atau Koordinator Perguruan Tinggi Swasta dll.

a.       Pemimpin memperankan diri sebagai pelindung organisasinya

    1. Pemimpin yang menampilkan tanggung jawab mengayomi, melindungi, membela kepentingan anggota organisasi.
    2. Pemimpin selalu berusaha mendahulukan dan mengutamakan kepentingan organisasi karena merupakan kepentingan bersama.
    3. Gaya atau perilaku kepemimpinan ini dijalankan juga dengan  sikap pengabdian, kerelaan berkurban den pelaporan yang tinggi dalam mewujudkan kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan organisasi atau kepentingan bersama.

 

C. TIPE KEPEMIMPINAN BEBAS ( LAISSEZ FAIRE ATAU FREE-REIN)

Tipe  kepemimpinan  ini  pada  dasarnya  berpandangan  bahwa  anggota  organisasinya mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi. Sehubungan dengan itu Jenning dan Golembiewski ( 1992, p.103 ) mengatakan bahwa pemimpin membiarkan kelompoknya memantapkan tujuan dan keputusannya. Pemimpin memberikan sedikit dukungan untuk melakukan   usaha   secara   keseluruhan.   Kebebasan   anggota   kadang-kadang   dibatasi   oleh pemimpin  dengan  menetapkan  tujuan  yang  harus  dicapai  disertai  parameter-parameternya. Sedang yang paling ektrim dalam tipe free-rein ini adalah pemberian kebebasan sepenuhnya pada anggota organisasi untuk bertindak pada anggota organisasi untuk bertindak tanpa pengarahan dan kontrol, kecuali jika diminta. Dampaknya sering terjadi kekacauanya karena tipe kepemimpinan itu memberikan setiap anggota organisasi tipe berbeda kepentingan dan kemampuannya untuk bertindak ke arah yang berbeda-beda. Pemimpin hanya menyediakan diri sendiri sebagai penasihat apabila diperlukan atau diminta.

 

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter, meskipun tidak sama atau bukan kepemimpinan yang demokratis pada titik ekstrimnya yang paling rendah. Kepemimpinan dijalankan tanpa memimpin atau tanpa berbuat sesuatu dalam mempengaruhi pikiran,  perasaan,  sikap  dan  perilaku  anggota  organisasinya.  Pemimpin  seperti  itu  pada umumnya merupakan seseorang yang berusaha mengelak atau menghindar dari tanggung jawab, sehingga  apabila  terjasi  kesalahan  atau  penyimpangan,  dengan  mudah  dan  tanpa  beban


mengatakan bukan kesalahan atau tanggung jawabnya karena bukan keputusannya dan tidak pernah memerintahkan pelaksanaanya.

 

Untuk  mengelak  dari  tanggung  jawab  itu  sebagai  penderita  psikomatis,  pemimpin tersebut mengatakan kepalanya pusing atau perutnya sakit atau sedang tidak sehat dll. Dalam kenyataannya sebenarnya pemimpin tersebut tidak menderita penyakit fisik (tubuh = soma) seperti yang dikeluhkannya, tetapi menderita gangguan psikis/mental (psiko = kejiwaan) yang disebut psikomatis. Pemimpin free-rein seperti itu dalam mengahadapi kesalahan atau kegagalan orang yang menggantikannya melaksanakan tanggung jawab yang berat itu tanpa merasa terbebani   sesuatu   menyatakan   bahwa   yang   salah   bukan   dirinya.   Gaya   atau   perilaku kepemimpinan ini antara lain (a) Kepemimpinan Agitator dan (b) Kepemimpinan Simbol.

 

1.   Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Agitator

Gaya kepemimpinan yang termasuk dalam Tipe Kepemimpinan Laisses Faire ini didominasi oleh perilaku menimbulkan pertentangan-pertentangan atau konflik-konflik antar anggota organisasi, bahkan di lakukan juga dengan pihak luar. Perilaku itu didasari kehendak pemimpin untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkan dirinya dari suasana pertentangan atau kekacauan yang diciptakannya. Kondisi itu diciptakan dan dikembangkan diawali dengan memberikan kebebasan pada setiap anggota organisasi dalam membuat keputusan dan melaksanakannya. Perbedaan dan pertentangan itulah yang menjadi penyebab utama terjadinya kekacauan dan situasi yang tidak menentu di dalam organisasi, sebagai situasi yang diinginkan pemimpin agiator, agar mudah menarik keuntungan bagi dirinya sendiri. Dalam pengertian yang lebih ekstrim berarti pemimpin berperan sebagai provokator atau sutradara yang berdiri di belakang pertentangan-pertentangan, tanpa diketahui peranan atau keterlibatannya, atau kalaupun diketahui bersikap tidak peduli karena yang penting tujuan pribadinya tercapai. Contoh mutahir yang menarik  adalah peran  presiden  Amerika  G.W  Bush  dalam  memprovokatori  terjadinya perang antara sekutu (Amerika dan Inggris) melawan rakyat Irak, karena ambisinya untuk menjatuhkan Saddam Husein presiden Irak sebagai musuhnya karena tidak bersedia mematuhi kehendaknya sebagai presiden Negara super power.

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan agitator adalah kepemimpinan yang memiliki kemampuan memecah-belah anggota organisasi dengan memberikan kebebasan dalam membuat keputusan dan bertindak, agar tercipta situasi dan pertentangan (konflik), yang dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.

 

2.   Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Simbol

Gaya atau perilaku kepemimpinan ini pada dasarnya dijalnkan tanpa memimpin dalam arti yang sesungguhnya, karena tidak melakukan usaha untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasinya, yang sekedar ditempatkan, dihormati dan disegani sebagai simbol pada posisi puncak di lingkungan organisasinya. Posisi itu selain sebagai kehormatan,


mungkin pula disebabkan sesuatu yang lain, seperti tradisi, keturunan, nama besar, dll. Misalnya di lingkungan organisasi voluntir seperti Pramuka, Palang Merah Indonesia (PMI) dll menempatkan Gubernur atau Meneteri atau bahkan Presiden sebagai Ketua Kehormatan. Demikian pula seorang raja atau ratu di sebuah negara demokratis seperti Inggeris, tetap dipandang sebagai pemimpin tertinggi, namun tidak menjalankan kepemimpinannya dalam pemerintahannya yang di laksanakan oleh perdana menteri.

 

Didalam kepemimpinan simbol ini, pemimpin tidak memiliki dan tidak menjalankan wewenang dan tidak memikul tanggung jawab, karena dilimpahkan sepenuhnya pada pimipinan pelaksana. Kehebatan atau kesuksesan atau jasa pemimpin pelaksana pada beberapa organisasi yang menghantarkannya untuk menjadi pemimpin simbol.

 

Dalam   menjalankan   wewenang   dan   tanggung   jawab,   kerap   kali   pemimpin   simbol difungsikan juga sebagai penasihat atau tempat berkonsultasi, yang hasilnya bebas untuk digunakan atau tidak oleh pemimpin pelaksana. Sedang wewenang dan tanggung jawab menggerakkan anggota organisasi dengan mengambil berbagai keputusan dan memerintahkan pelaksanaanya berada sepenuhnya pada pemimpin pelaksana.

 

D. HUBUNGAN TEORI KEPEMIMPINAN DENGAN GAYA / PERILAKU KEPEMIMPIAN

Semua gaya/perilaku kepemimpinan seperti diuraikan di atas tidak dapat dilepaskan hubungannya atau terkait erat dengan teori kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi sebagaimana telah banyak disinggung dalam uraian-uraian terdahulu. Sehubungan dengan itu dalam implementasi empat orientasi berdasarkan teori kepemimpinan dapat ditemui di dalam tipe/gaya tertentu  yang relevan. Pola Orientasi Kepemimpinan  yang pengimplementasiannya terkait dengan gaya atau perilaku kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:

 

1.   Kepemimpinan yang berorientasi/mementingkan tugas

Orientasi kepemimpinan ini mengutamakan efektivitas organisasi melalui pelaksanaan tugas/pekerjaan secara tepat/benar, tanpa membuat kesalahan. Dengan cara tersebut teori ini berpendapat tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Kepemimpinan dengan orientasi ini memiliki kecerendungan pada pengimplementasian gaya atau perilaku yang termasuk dalm tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berasumsi bahwa tugas-tugas dan cara melaksanakannya yang sudah diatur dan ditetapkan, tidak memerlukan partisipasi anggota organisasi untuk memperbaiki atau mengubahnya meskipun dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya dalam mencapai tujuan organisasi.

 

2.   Kepemimpinan berorientasi/mengutamakan hubungan

Kepemimpinan dengan orientasi ini dalam mewujudkan pekerjaan mengutamakan interkasi timbal balik antara pimpinan dengan anggota organisasi/bawahan berdasarkan hubungan manusiawi yang hormat menghormati dan saling menghargai satu dengan yang lain. Pemimpin


dengan orientasi ini sangat terbuka pada partisipasi anggota organisasi, yang selaras dengan Tipe Kepemimpinan Demokratis. Partisipasi anggota dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota organisasi dalam menyampaikan kreativitas, inisiatif, pendapat, saran, dan kritik. Orientasi kepemimpinan ini dalam implementasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang bersifat manusiawi karena dilaksanakan dengan mengahrgai dan mampu menyalurkan perbedaan anggota organisasi yang berbeda kemampuannya dalam bekerja.

 

3.   Kepemimpinan berorientasi/mementingkan hasil

Kepemimpinan dengan orientasi ini menuntut hasil kerja yang sesuai standar dari setiap anggota organisasinya,  yang  akan  berdampak  pada hasil  keseluruhan  organisasi  yang  harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian berarti juga hasil yang dicapai setiap anggota organisasi merupakan bagian atau harus mampu mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dalam kondisi itu pemimpin cenderung tidak mempersoalkan cara mencapai tujuan organisasi, antara lain apakah hasil kerja individu atau hasil kerjasama di dalam tim kerja (team work), apakah menggunakan sedikit atau banyak bahan, dll. Orientasi kepemimpinan ini terfokus pada hasil maksimal yang dapat dicapai, karena pemimpin memiliki ambisi yang kuat dalam menuntut prestasi kerja terbaik dari setiap anggota organisasi tanpa mempersoalkan cara mencapainnya.

 

4.   Kepemimpinan yang berorientasi/mengutamakan anggota organisasi

Orientasi ini disebut juga orientasi pada manusia karena kegiatan kepemimpinan disesuaikan dengan situasi/kondisi anggota organisasi sebagai manusia yang unik dan komplek. Dengan kata lain kepemimpinan ini merupakan kepemimpinan yang sangat fleksibel dalam arti pemimpin harus mampu mengubah gaya kepemimpinannya setiap kali terjadi perubahan situasi/kondisi anggota organisasinya. Salah satu contahnya terlihat pada kepemimpinan di lingkungan partai politik. Jauh sebelum PEMILU kepemimpinan ketua partai cenderung bersifat otoriter dengan memecat setiap anggota organisasi yang tidak menjalankan atau berperilaku menantang garis perjuangan partainya. Setelah memasuki dan selam masa kampanye kepemimpinan ketua partai cenderung demokratis, dengan memberikan kesempatan pada anggota partainya  menyampaikan kreativitas, inisiatif dll sesuai kematangannya dalam memilih dan melaksanakan strategi dan taktik (cara) berkampanye yang paling efektif untuk merebut kemenangan.

 

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa kepemimpinan berorientasi pada anggota organisasi menuntut pemimpin mampu mengenali secara baik kondisi kematangan anggota organisasinya dalam memecahkan masalah dan/atau melaksanakan tugas pokoknya, yang mengharuskannya mengubah gaya atau perilaku kepemimpinannya setiap kali menghadapi kematangan anggota organisasi yang tidak sama. Dalam menghadapi anggota yang kematangannya tinggi, pemimpin dapat menggunakan gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk tipe kepemimpinan demokratis. Sedang bagi pemimpin dalam menghadapi anggota organisasi yang kematangannya rendah dalam menyelesaikan masalah dan/atau  melaksanakan tugas pokoknya,  megharuskan pemimpin mengimplementasikan gaya atau perilaku yang termasuk tipe kepemimpinan otoriter.


E. GAYA/PERILAKU KEPEMIMPINAN LAINNYA

Dalam kenyataannya sulit untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya atau perilaku   kepemimpinan   yang   tidak   dapat   dikategorikan   ke   dalam   salaha   satu   tipe kempemimpinan yang telah diuraikan terdahulu. Sehubungan dengan itu sekurang-kurangnya terdapat empat gaya atau perilaku kepemimpinan seperti itu. Keempat gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah (1) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Ahli (Expert), (2) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik, (3) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Paternalistik, dan (4) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Transformasional. Keempat gaya atau perilaku kepemimpinan tersebut akan dibahas berikut ini.

 

1.   Gaya atau Perilaku Ahli (Expert)

Gaya atau perilaku kepemimpinan ini didasarkan pada kepemilikan keahlian tertentu oleh seorang pemimpin sesuai dengan bidang yang menjadi tugas pokok/pekerjaan utama dilingkungan sebuah organisasi. Misalnya pemimpin sebuah rumah sakit harus seorang dokter, yang  memiliki  pengetahuan  dan  pengalaman  yang  memungkinkannya  membuat  keputusan secara tepat/baik berdasarkan keahliannya. Demikian pula manajer sebagai pimpinan dilingkungan sebuah perusahaan/industry haruslah seorang yang ahli dalam bidang ekonomi dan jenis bisnisnya.

 

Dari uraian singkat diatas berarti teori kepemimpinan ini menekankan bahwa seorang pemimpin  harus  professional  di  bidangnya,  yang  dapat  diperoleh  dari  pendidikan  formal dan/atau pengalaman kerja yang cukup lama dalam bidang garapan organisasinya.

 

2.   Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik

Gaya   atau   kepemimpinan   kharismatik   ini   bersandar   pada   karakteristik   kualitas kepribadian yang istimewa sehingga mampu menciptakan kepengikutan pada pemimpin sebagai panutan, yang memiliki daya tarik yang sangat memukau, de ngan memperoleh pengikut yang banyak (sangat besar) jumlahnya. Kepemimpinan Kharismatik dapat diartikan juga sebagai kepemimpinan yang memiliki kekuasanan yang kuat dan tetap serta dipercayai oleh pengikut- pengikutnya. Sejalan dengan pengertian itu dikatakan oleh Fred Luthans (1995, p.335) bahwa charismatic leadership is throwback to the old conception of leader as being those who by the force of their personal abilities are capable of having profound and extraordinary effects on followers.

 

Berdasarkan uraian-uraian diatas kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan dalam sifat/aspek kepribadiaan pemimpin, sehingga menimbulkan rasa hormat, rasa segan dan kepatuhan yang tinggi pada para pengikutnya.

 

Berikutnya  Yulk  (1989,  p.  205)  mengetengahkan  indikator  kepemimpinan  kharismatik sebagai berikut :

1.   Pengikut-pengikutnya menyakini kebenaarnnya dalam acara memimpin.


2.   Pengikut-pengikutnya menerima gaya kepemimpinannya tanpa bertanya.

3.   Pengikut-pengikutnya memiliki kasih sayang kepada pemimpinnya.

4.   Kesadaran untuk mematuhi perintah pimpinannya.

5.   Dalam mewujudkan misi organisasi melibatkan pengikutnya secara emosional.

6.   Mempertinggi pencapaian kinerja (performance) pengikutnya.

7.   Dipercayai pengikutnya bahwa dengan kepemimpinannya akan mampu mewujudkan misi organisasinnya.

 

Sehubungan dengan indikator-indikator di atas, berarti kepemimpian kharismatik memiliki kebutuhan kuat akan kekuasan (strong need for power), memiliki percaya diri yang tinggi (high self confidence) dan pendirian (prinsip) yang kuat pula dalam mewujdkan kepercayaan dan idealitasnya (strong conviction in their own belief and ideals).

 

3.   Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Paternalistik

Kepemimpinan Paternalistik adalah pemimpin yang perannya diwarnai oleh sikap kebapak-bapakan dalam arti bersifat melindungi, mengayomi, dan menolong anggota organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin merupakan tempat bertanya dan menjadi tumpuan harapan bagi pengikutnya  dalam  menyelesaikan  masalah-masalah.  Sehubungan  dengan  itu  Sondang  P. Siagian (1991, h. 33) mengatakan bahwa tipe kepemimpinan pateralistik banyak terdapat pada masyarakat  tradisional,  agraris.  Popularitas  pemimpin  paternalistik  disebabkan  (a)  kuatnya ikatan primordinal (b) extended family system (c) kehidupan masyarakat yang kumunalistik (d) peran atau istiadat yang sangat kuat dalam masyarakat (e) hubungan pribadi dan rasa hormat yang tinggi pada orang tua. 

 

4.   Kepemimpinan Tranformasional

Pendekatan kepemimpinan lain pada dasarnya menuntut anggota organisasi/bawahan untuk  mengikuti  arahan  yang  diberikan  pemimpin,  sedang  kepemimpinan  transformasional lebih menekankan pada kegiatan pemberdayaan (empowerment) melalui peningkatan konsep diri bawhan/anggota organisasi yang positif. Para bawahan/anggota organisasi yang memiliki konsep   diri   positif  itu   akan   mampu   mengatasi   permasalahan   dengan   mempergunakan potensinya masing-masing, tanpa rasa tertekan atau ditekan, sehingga dengan kesadaran sendiri membangun komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi.

 

Sehubungan dengan itu Scott Burd dalam Transformational Leadership (http:/strateadchange,com/files_courses.htm, 2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan yang diterapkan dalam rangka mempertahankan pemimpin dan organisasinya dengan cara penggabungan tiga unsur, yakni : Strategi, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi.


Strategi yang dimaksud Burd mencakup kemampuan dalam menetapkan araj yang akan dituju organisasi, dengan membangun visi dan kesamaan visi dan misi, merumuskan Rencana Strategik (RENSTRA), mneneterjemahkan visi dan misi ke dalam tindakan, mengembangkan komitmen pada prestasi dan kualitas kerja, serta merumuskan dan menerapakan Rencana Oprasional (RENOP).

 

Kepemimpinan,  mencakup  kegiatan  merealisasikan  strategi  melalui  tindakan kepemimpinan transformasional yang sesuai dengan fungsi dan situasi, menjadi pemimpin yang dapat mempengaruhi dan diakui bawahan/anggota organisasi, memotivasi bawahan/ manggota organisasi untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin pada semua jenjang, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan organisasi, memimpin untuk mempertahankan kejayaan (eksistensi) organisasi, dan menciptakan cara kerja yang lebih mudah.

 

Budaya Organisasi, Realisasi kepemimpinan transformasional mencakup kemampuan memotivasi bawahan/anggota organisasi untuk menerapkan strategi, memahami budaya kerja yang tumbuh dan berkembang di dalam organisasi, cepat menerima perubahan yang bersifat inovatif, menjadi teladan bagi bawahan/anggota organisasi, membangkitkan dan membina semangat team kerja. Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat  disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah pendekatan kepemimpinan dengan melakukan usaha mengubah kesadaran, membangkitkan semangat dan mengilhami bawahan/anggota organisasi untuk mengeluarkan usaha ekstra dalam mencapai tujuan organisasi, tanpa merasa ditekan.

Tidak ada komentar: