Ditulis Oleh: Wahid Suharmawan
Tipe kepemimpinan dapat diartikan sebagai bentuk atau pola atau jenis kepemimpinan, yang di dalamnya diimplementasikan satu atau lebih perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai pendukungnya. Sedangkan Gaya Kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Sehubungan dengan itu Eungene Emerson Jennings dan Robert T Golembiewski mengemukakan 6 tipe kepemimpinan yang terdiri dari :
Tipe
kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku
atau gaya kepemimpinan yang
bersifat terpusat pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya
dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin ini tidak mengikutsertakan dan tidak memperbolehkan bawahan berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan dan tidak mentoleransi adanya penyimpangan. Pemimpin otoriter merasa memperoleh
dan
memiliki hak-hak istimewa dan
harus diistimewakan
oleh bawahannya.
Dengan kata lain anggota organisasi/bawahan tidak memiliki hak sesuatu apapun, dan hanya memiliki kewajiban dan tanggung jawab melaksanakan keputusan dan perintah. Tugas dan tanggung jawab
itu harus
dilaksanakan
tanpa
boleh
membantah. Apabila pelaksanaannya berbeda dari yang
diputuskan atau diperintahkan, meskipun hasilnya lebih baik akan diartikan
oleh pemimpin sebagai
penyimpangan atau
kesalahan yang harus dijatuhkan
hukuman atau sanksi.
Pemimpin otoriter berpendapat keberhasilan dapat dicapai dari rasa takut bawahan pada nasibnya yang akan memperoleh sanksi atau hukuman berat dan merugikam apabila berbuat kesalahan atau kekeliruan atau penyimpangan dari keputusan pimpinan. Kondisi itu akan menimbulkan kepatuhan yang tinggi karena rasa takut atau kepatuhan yang bersifat palsu atau berpura-pura pada pimpinan.
Kepemimpinan otoriter organisasinya
tidak dinyatakan milik bersama untuk
mencapai tujuan yang
sama. Bawahan sebagai manusia
hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan pemimpin. Oleh karena itu, sering terjadi perlakuan yang
tidak manusiawi terhadap para anggota organisasi
atau bawahan. Anggota organisasi
atau bawahan disebutnya buruh
atau karyawan
yang berada dilingkungannya
karena
diupah sebagai
pembayar pelaksanaan pekerjaan
yang harus
dilaksanakannya secara
patuh tanpa membantah. Kondisi seperti ini cendderung dominan dilingkungan
organisasi yang
disebut perusahaan atau industri. Di lingkungan tersebut masih banyak pemimpin otoriter yang memandang anggota organisasi/bawahannya sekedar alat atau sarana produksi seperti benda yang disebut
mesin. Diantara perlakuan yang tidak manusiawi itu adalah pembayaran upah yang sangat rendah, pemotongan upah hanya karena kesalahan kecil,
jam kerja yang melampaui
batas ketentuan yang berlaku.
Dampak dari kepemimpinan otoriter yang dilaksanakan pada titik ekstrim tertinggi pada
kehidupan organisasi sebagaimana diuraikan
di atas adalah :
1. Anggota organisasi cenderung pasif, bekerja menunggu perintah, tidak berani mengambil keputusan dalam
memecahkan masalah.
2. Anggota organisasi
tidak ikut berpartisipasi aktif bukan karena tidak mempunyai kemampuan tetapi enggan menyampaikan inisiatif,
gagasan, ide, saran, dan pendapat karena merasa tidak dihargai dan bahkan
dinilai sebagai
pembangkangan.
3. Kepemimpinan otoriter yang mematikan inisiatif, kreativitas dan lain-lain.
4. Pemimpin otoriter
tidak membina
dan tidak mengembangkan potensi kepemimpinan
anggota organisasinya dalam arti pemimpin tidak melakukan kegiatan sehingga sulit memperoleh pemimpin
pengganti diantara anggota jika keadaan mengharuskan.
5. Disiplin, rajin dan bersedia bekerja keras serta kepatuhan dilakukan dengan berpura-pura, karena takut pada sanksi. Dalam situasi tersebut kerap kali muncul
tokoh pengambil
muka atau penjilat yang tidak
disukai anggota organisasi.
6. Secara diam-diam muncul kelompok penantang yang
menunggu kesempatan untuk melawan, menghambat, menyabot, atau melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan
organisasi
terutama pimpinan.
7. Tidak ada rapat,
diskusi atau musyawarah karena dianggap membuang-buang waktu.
8. Disiplin diterapkan secara ketat dan kaku, sehingga iklim keerja menjadi tegang, saling
mencurigai
dan tidak mempercayai
sesama anggota
organisasi.
9. Pemimpin cenderung tidak menyukai dan
menghalangi
terbentuknya
kelompok
atau serikat pekerja yang dibentuk
organisasi.
Gaya kepemimpinan tidak berorientasi pada anggota organisasi sejalan dengan teori X yang beranggapan bahwa manusia (anggota organisasi) memiliki sifat malas, penakut dan tidak bertanggung jawab. Tipe kepemimpinan otoriter yang dilaksanakan dari titik ekstrim tertinggi dari pergeserannya ke arah kepemimpinan demokratis, terdiri dari :
1. Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Otokrat
- Berorientasi pada
pelaksanaan tugas sebagai perilaku yang terpenting dalam
mewujudkan kepemimpinan yang efektif.
- Pelaksanaan tugas tidak boleh keliru
atau
salah
atau
menyimpang dari
instruksi pimpinan.
- Pemimpin bertolak dari
prinsip bahwa
“manusia lebih suka diarahkan
tanpa memikul tanggung
jawab, daripada diberi
kebebasan merencanakan dan melaksanakan sesuatu yang harus
memikulkan tanggung jawab”.
- Tidak ada kesempatan
bagi
anggota
organisasi untuk menyampaikan
inisiatif, kreativitas, saran, pendapat
dan kritik karena
fungsinya
adalah melaksanakan tugas
bukan berfikir untuk menciptakan
dan mengembangkan tugas/organisasi.
- Tidak berorientasi pada hubungan manusiawi dengan anggota organisasi, yang dinilai sebagai kondisi yang membuat anggota organisasi menjadi lalai.
- Tidak percaya pada anggota organisasi atau orang lain.
2. Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Diktatoris
a. Berperilaku sebagai penguasa tunggal
yang tidak dapat diganti
karena merasa bahwa dirinya diciptakan
untuk berkuasa.
b. Setiap kehendak atau kemauan pemimpin diktatoris harus terlaksana, meskipun
harus dilaksanakan
dengan menghalalkan
segala cara.
c. Orientasi gaya kepemimpinannya hanya pada hasil, tidak peduli bagaimana
cara
mencapainya.
Meskipun harus mengorbankan
orang lain, khususnya anggota
organisasi.
d. Bersembunyi dibalik slogan-slogan sebagai pelindung, penyelamat, pembeal, pahlawan, pemimpin yang akan
mewujudkan cita-cita bagi anggota organisasinya.
e. Ucapan
diberlakukan
sebagai peraturan atau
undang-undang yang tidak boleh
dibantah.
f. Senjata utama dalam menjalankan kepemimpinannya adalah ancaman hukuman yang berat bagi yang menentang atau
berkhianat.
g. Diantara anggota organisasi terjadi saling
curiga mencurigai, karena yang satu
berprasangka pada yang lain sebagai
antek-antek pemimpin yang diktator.
h. Anggota organisasi tidak boleh mengomentari ucapan, perkataan, keputusan, kebijakan karena dianggap sebagai pembangkangan atau penghianatan.
3. Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Otokratik Lunak (Benevolent Autocratic)
- Pemimpin
berorientasi pada hasil, dengan
dimanipulasi berorientasi pada anggota organisasi dalam kadar
yang
rendah antara lain dengan
memberikan motivasi
agar melakukan keputusan atau perintah atasan.
- Kepemimpinan
dalam menuntut ketaatan dan kepatuhan dengan membuat
peraturan-
peraturan.
- Pemimpin cenderung kurang percaya pada dirinya sendiri dan anggota organisasi terutama dalam membuat keputusan dengan selalu mencari pendukung.
- Menolak kreativitas, inisiatif dari anggota organisasi yang bukan kroninya.
- Sanksi dan hukuman tetap merupakan senjata dalam menuntut kepatuhan anggota organisasinya.
4. Perilaku atau Gaya
Kepemimpinan Diserter (Pembelot)
- Pemimpin
menghindar dari tugas dan
tanggung jawab mempengaruhi, menggerakan,
dan mengarahkan
anggota organisasi untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan bersama.
- Pemimpin
tidak
senang membuat rencana dan
melaksanakan kegiatan yang
tidak menguntungkannya.
- Pemimpin cenderung melibatkan diri pada tugas-tugas yang ringan, mudah dan tidak banyak mengeluarkan tenaga/energi fisik atau psikis.
- Pemimpin senang menyendiri dan tidak menyukai pergaulan dan cenderung tertutup pada anggota organisasinya.
- Pemimpin cenderung iri hati pada orang lain terutama pada temannya yang sukses sebagai sesama pemimpin.
- Pemimpin mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan.
5. Perilaku atau Gaya Kepemimpinan Missionary (Pelindung dan Penyelamat)
- Pemimpin
mengutamakan orientasi
hubungan dengan anggota organisasinya, sehingga sering terlihat ramah, banyak
senyum, dan akrab.
- Pemimpin
berusaha keras untuk mencegah pertentangan/konflik, perdebatan dan
permusuhan dengan orang lain.
- Pemimpin
dalam bekerja berusaha
menghindari formalitas dan
birokrasi
sehingga
organisasi akan
terkesan
memperoleh kemudahan dalam menjumpai atau mengahadap pimpinan.
- Pengawasan dijadikan sarana untuk memberi kesan bahwa pimpinan meberi perhatian pada anggota otganisasi dalam melaksanakan keputusan.
6. Perilaku atau Gaya
Kepemimpinan Kompromi
(Comprommiser)
a. Pemimpin dalam gaya ini untuk mempertahankan kekuasaannya tidak berorientasi pada
anggota organisasi, tetapi pada
atasannya yang berpengaruh dan menentukan jabatan kepemimpinannya.
b. Mengikutsertakan bawahan
dalam mengambil keputusan,
bukan untuk memberikan
kesempatan menyampaikan gagasan, kreativitas
dll, tetapi untuk meyakinkan
bahwa rencana keputusan yang telah disiapkannya diterima dan dilaksanakan.
c. Sebelum membuat keputusan dan pelaksanaan pekerjaan, pemimpin selalu
memperhitungkan untung
rugi bagi
dirinya.
d. Tidak tertarik dengan pengembangan pekerjaan dan organisasi, karena akan menambah beban kerja dan tanggung jawab.
e. Mampu bekerjasama dengan bwahan dalam artian dimanfaatkan dan diperalat untuk
melaksanakan pekerjaan yang
memungkinkan pemimpin dinilai positif oleh berbagai
pihak.
f. Memberikan dorongan dan motivasi secara selektif pada anggota organisasi dengan mengutamakan bawahan yang mengerjakan pekerjaan yang hasilnya akan dinilai sebagai prestasi pemimpin.
B. TIPE DAN GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
Filsafat demokratis
yang mendasari
pandangan tipe dan semua
gaya
kepemimpinan
ini adalah pengakuan dan penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk
yang memiliki harkat dan
martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama.
Dengan
filsafat demokratis tersebut diimplementasikan
nilai-nilai demokratis di dalam
tipe kepemimpinan, yang terdiri
dari :
1. Mengakui dan menghargai manusia
sebagai makhluk
individual, yang
memiliki
perbedaan kemampuan antara satu dengan yang lain, tidak terkecuali antara
para
anggota di lingkungan sebuah organisasi.
2. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu sebagai makhluk sosial dalam mengekspresikan diri melalui prestasi
masing-masing di lingkungan organisasinya sebagai masyarakat
kecil.
3. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu untuk mengembangkan kemampuannya yang berbeda antara yang satu
dengan yang lain.
4. Menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan
bersama
dalam
kebersamaan
melalui kerjasama
yang saling
mengakui, menghargai
dan menghormati
kelebihan
dan kekurangan
setiap
individu.
5. Memberikan perlakuan yang sama terhadap tiap individu
6. Memikulkan kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menggunakan hak masing- masing untuk mewujudkan kehidupan bersana yang harmonis.
Sehubungan dengan itu Sondang P.Siagian (1989, h.18) mengatakan bahwa tipe kepemimpinan yang
tepat bagi seorang
pemimpin adalah tipe yang demokratik dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Kemampuan pemimpin mengintegrasikan
organisasi
pada peranan
dan
porsi
yang tepat.
2. Mempunyai
persepsi yang holistik
3. Menggunakan
pendekatan yang integralistik
4. Organisasi
secara keseluruhan
5. Menjunjung
tinggi harkat dan
martabat bawahan
6. Bawahan
berpartisipasi
dalam
pengambilan keputusan
7. Terbuka terhadap
ide,
pandangan dan
saran bawahannya.
8. Teladan
9. Bersifat rasional
dan
obyektif
10. Memelihara kondisi kerja yang kondusif, inovatif, dan kreatif.
Sejalan dengan uraian-uraian terdahulu bahwa tipe kepemimpinan demokratis juga dapat bergerak dari titik ekstrim tertinggi yang menggambarkan gaya atau perilaku kepemimpinan sangat demokratis, sampai titik ekstrim rendah yang bertolak belakang menjadi tipe kepemimpinan otoriter. Dalam pergeseran itu tipe demokratis berlangsung dalam gaya atau perilaku kepemimpinan yang terdiri dari :
1. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Birokrat (Bureucrat)
a. Pemimpin mengutamakan ketaatan pada peraturan, prosedur, dan mekanisme kerja/kegiatan yang telah ditentukan
b. Pemimpin yang lebih tinggi menuntut ketaatan pemimpin yang lebih rendah di dalam
satu struktur, organisasi, sebagai pemegang
kekuasaan dalam melaksanakan sebagian fungsi
dan tugas pokok organisasi.
c. Pemimpin berusaha mengembangkan hubungan informal dalam rangka
mengimbangi hubungan kerja formal yang statis dan kaku.
d. Pemimpin dalam mewujudkan dan membina
kerjasama dilakukan dengan orientasi
pada posisi atau kedudukan anggota.
e. Pemimpin kurang
aktif menciptakan dan mengembangkan kegiatan organisasi karena cenderung tidak menyukai
perubahan dan
perkembangan.
f. Pemimpin lamban dalam mengambil keputusan yang didasarkan atas tata hubungan
kerja sebagai
proses kerja yang dibakukan atau sesuai
prosedur dan mekanisme kerja.
g. Pemimpin lebih menyukai pekerjaan rutin yang statis dan beresiko rendah.
2. Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pengembang dan Pembangun Organisasi
(Developer)
a. Pemimpin sangat mahir
dalam menciptakan,
mengembangkan dan membina kerjasama
untuk mencapai tujuan
bersama.
b. Pemimpin bekerja secara teratur dan bertanggung jawab sehingga
efektivitas dan efisiensi
kerja tinggi
dalam menggerakan
bawahan.
c. Pemimpin mau dan mampu mempercayai orang
lain
dalam melaksanakan pekerjaan,
dengan memberikan
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas.
d. Pemimpin
selalu berusaha
meningkatkan
kemampuan kerja
anggota organisasi
sebagai
bawahannya,
agar prosesnya selalu sesuai dengan standar kualitas kerja.
e. Pemimpin memiliki kemauan dan kemampuan yang positif dalam menghargai, menghormati dan
memberdayakan anggota
organisasi/bawahan
sebagai subyek.
f. Pemimpin memiliki kemauan dan kemampuan membina hubungan manusiawi yang efektif
di dalam dan diluar
jam kerja.
g. Pemimpin meyakini bahwa anggota organisasi atau bawahan merupakan individu/manusia yang mampu bertanggung jawab apabila diberi kesempatan sesuai dengan batas-batas potensi yang dimilikinya.
3. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Eksekutif
(Executive)
Tipe kepemimpinan demokratis sesuai dengan pengertian atau makna perkataan “eksekutif”
yang berarti
pemimpin pelaksana.
a. Memiliki keyakinan bahwa orang lain khususnya anggota organisasi dapat bekerja
dan
menjadi pemimpin
sebaik dirinya, sehingga tidak boleh diremehkan dan harus dihormati/dihargai secara layak
dan manusiawi.
b.
Pemimpin
memiliki komitmen yang tinggi
c. Pemimpin cenderung memiliki orientasi pada kualitas pelaksanaan tugas dan hasilnya.
d.
Berdisiplin dalam
bekerja,
sehingga sangat
meyakinkan, disegani dan dihormati oleh
anggota organisasi.
e. Pemimpin selalu berusaha
menumbuhkan, memelihara
dan mengembangkan
partisipasi aktif anggota
organisasi
melalui kemampuannyamemberikan motivasi kerja secara terpadu.
f. Pemimpin
memiliki
semangat,
moral, loyalitas
dan dedikasi
kerja yang tinggi
sehingga menjadi
teladan bagi anggota
organisasi.
g. Pemimpin memiliki kemampuan menumbuhkan kesadaran dan kesediaan bekerja keras
untuk menjadi anggota organisasi
yang sukses tanpa
menekan atau memaksa.
h. Pemimpin menempatkan dan menghargai anggota organisasi sebagai rekan tidak sekedar
bawahan.
i.
Pemimpin memiliki kemampuan mewujudkan Kualitas Kehidupan Kerja (K3) atau
Quality Of Work Life (QWL) yang kondusif, sehingga anggota organisasi
merasa aman, terjamin
dan memiliki kepuasan
kerja yang
tinggi.
j.
Pemimpin
memiliki
perhatian
yang positif
dalam menyelesaikan
konflik
antar sesama anggota organisasi/bawahan dan antar
bawahan dengan pimpinan (manajer),
terutama berupa konflik non
fungsional.
k. Pemimpin terbuka terhadap kritik, saran dan pendapat, yang dimanfaatkannya untuk
memperbaiki kekeliruan atau kesalahan dalam
melaksanakan kepemimpinannya.
l. Pemimpin memiliki kemampuan membedakan masalah yang perlu dan tidak perlu diselesaikan di dalam atau diluar rapat.
4. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Organisatoris
dan
Administrator
a. Pemimpin menyukai pembagian
dan pembidangan kerja
yang jelas dengan
membentuk unit-unit kerja,
seperti urusan, seksi, bagian,
bidang,
biro, divisi, departemen
dll.
b. Pemimpin bekerja secara berencana dengan langkah-langkah yang sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, diawali dengan
penyusunan perencanaan, melakukan
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang
dilaksanakan dengan
tertib/teratur
dan berkesinambungan.
c. Pemimpin sangat mementingkan tersedianya data atau informasi yang mutakhir baik yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif untuk dipergunakan dalam pengambilan keputusan.
d. Pemimpin yang
memiliki kemampuan mewujudkan kerjasama, ternyata rendah
orientasinya pada hubungan kemanusiaan dengan anggota organisasi yang dituntut
kepatuhannya
dalam
melaksanakan tugas
masing-masing sesuai dengan pembidangan dan
pembagian
kerja yang telah ditetapkan.
e. Pemimpin dalam bekerja atau mengelola organisasi dan anggotanya berpegang teguh pada peraturan, baik dari organisasi atasan maupu yang ditetapkan secara khusus untuk lingkungan organisasinya.
f.
Pemimpin
memiliki kemampuan
untuk meyakinkan
anggota organisasi bahwa
ide/gagasan, inisiatif,
kreativitas,
inovasi dll yang datang dari
dirinya harus
dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab.
5. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Resmi (Legitimate/Headmanship)
Gaya
atau perilaku kepemimpinan ini termasuk bagian dari tipe kepemimpinan demokratis, yang
diantaranya disebut Kepala Kantor, Kepala Biro, Ketua Tim, Ketua Lembaga Penelitian, Direktur Keuangan atau Koordinator
Perguruan
Tinggi Swasta dll.
a.
Pemimpin
memperankan diri sebagai
pelindung organisasinya
- Pemimpin
yang menampilkan tanggung jawab
mengayomi, melindungi, membela kepentingan
anggota organisasi.
- Pemimpin
selalu berusaha
mendahulukan dan mengutamakan
kepentingan organisasi
karena merupakan kepentingan bersama.
- Gaya atau perilaku kepemimpinan
ini dijalankan
juga dengan
sikap pengabdian,
kerelaan
berkurban
den pelaporan yang
tinggi dalam mewujudkan kegiatan
yang
bermanfaat bagi kepentingan organisasi atau kepentingan bersama.
C. TIPE KEPEMIMPINAN
BEBAS ( LAISSEZ FAIRE
ATAU FREE-REIN)
Tipe
kepemimpinan ini
pada dasarnya
berpandangan
bahwa
anggota organisasinya
mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sedikit mungkin pengarahan atau
pemberian petunjuk dalam
merealisasikan tugas pokok
masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi.
Sehubungan dengan itu Jenning dan Golembiewski ( 1992, p.103 ) mengatakan bahwa
pemimpin membiarkan kelompoknya
memantapkan tujuan dan keputusannya.
Pemimpin
memberikan sedikit dukungan untuk melakukan usaha secara keseluruhan.
Kebebasan anggota kadang-kadang dibatasi oleh pemimpin
dengan menetapkan
tujuan
yang harus
dicapai
disertai parameter-parameternya. Sedang yang paling ektrim dalam tipe free-rein ini adalah pemberian kebebasan sepenuhnya pada
anggota organisasi untuk bertindak pada anggota
organisasi untuk bertindak tanpa pengarahan dan kontrol,
kecuali jika diminta. Dampaknya sering
terjadi kekacauanya karena tipe kepemimpinan itu memberikan setiap anggota
organisasi tipe
berbeda kepentingan dan kemampuannya untuk bertindak ke arah yang
berbeda-beda. Pemimpin hanya menyediakan diri sendiri
sebagai penasihat apabila diperlukan atau diminta.
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter, meskipun
tidak sama atau bukan kepemimpinan yang
demokratis pada titik ekstrimnya yang paling rendah.
Kepemimpinan dijalankan tanpa memimpin atau tanpa berbuat sesuatu dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap
dan perilaku
anggota
organisasinya. Pemimpin
seperti
itu pada
umumnya merupakan seseorang yang berusaha mengelak atau menghindar dari tanggung
jawab, sehingga apabila terjasi kesalahan
atau penyimpangan,
dengan
mudah
dan tanpa beban
mengatakan bukan kesalahan atau tanggung jawabnya karena bukan keputusannya dan tidak
pernah memerintahkan
pelaksanaanya.
Untuk
mengelak
dari tanggung jawab
itu sebagai
penderita
psikomatis,
pemimpin tersebut mengatakan kepalanya pusing
atau perutnya sakit atau sedang tidak sehat dll. Dalam
kenyataannya sebenarnya
pemimpin tersebut tidak menderita penyakit fisik (tubuh =
soma)
seperti yang
dikeluhkannya, tetapi menderita gangguan psikis/mental (psiko = kejiwaan) yang disebut psikomatis. Pemimpin free-rein seperti
itu dalam mengahadapi kesalahan atau kegagalan
orang yang
menggantikannya melaksanakan tanggung jawab yang berat itu tanpa merasa
terbebani sesuatu
menyatakan
bahwa yang salah
bukan dirinya. Gaya atau
perilaku kepemimpinan ini antara lain (a) Kepemimpinan Agitator dan (b) Kepemimpinan Simbol.
1. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Agitator
Gaya kepemimpinan yang termasuk dalam Tipe Kepemimpinan Laisses Faire ini didominasi oleh perilaku menimbulkan pertentangan-pertentangan atau konflik-konflik antar
anggota organisasi,
bahkan di lakukan juga
dengan pihak
luar. Perilaku itu didasari
kehendak pemimpin
untuk mendapatkan sesuatu yang
menguntungkan dirinya dari suasana pertentangan atau
kekacauan yang diciptakannya. Kondisi
itu diciptakan dan dikembangkan diawali dengan memberikan kebebasan pada setiap anggota organisasi
dalam membuat keputusan dan melaksanakannya. Perbedaan dan pertentangan itulah yang
menjadi penyebab utama terjadinya
kekacauan dan situasi yang tidak menentu di dalam organisasi,
sebagai situasi yang diinginkan pemimpin
agiator,
agar mudah menarik
keuntungan bagi dirinya sendiri. Dalam
pengertian yang
lebih ekstrim berarti pemimpin berperan sebagai provokator atau sutradara yang
berdiri di
belakang pertentangan-pertentangan, tanpa diketahui peranan atau keterlibatannya, atau kalaupun
diketahui bersikap tidak peduli karena yang
penting tujuan pribadinya tercapai. Contoh mutahir yang menarik
adalah peran presiden
Amerika G.W Bush dalam memprovokatori
terjadinya
perang antara sekutu (Amerika dan Inggris) melawan rakyat Irak, karena ambisinya untuk menjatuhkan Saddam Husein
presiden Irak sebagai musuhnya
karena
tidak bersedia
mematuhi
kehendaknya sebagai
presiden Negara super power.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan agitator adalah kepemimpinan yang
memiliki kemampuan memecah-belah anggota organisasi
dengan memberikan kebebasan dalam membuat keputusan dan bertindak, agar tercipta situasi dan pertentangan (konflik), yang dimanfaatkan
untuk memperoleh keuntungan
bagi dirinya sendiri.
2. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Simbol
Gaya atau perilaku kepemimpinan ini pada dasarnya dijalnkan tanpa memimpin dalam arti yang
sesungguhnya, karena tidak melakukan usaha untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasinya, yang sekedar ditempatkan, dihormati dan disegani sebagai simbol pada posisi
puncak di lingkungan organisasinya. Posisi itu selain sebagai kehormatan,
mungkin pula disebabkan sesuatu yang
lain, seperti tradisi, keturunan, nama besar, dll. Misalnya
di lingkungan organisasi voluntir seperti Pramuka, Palang
Merah Indonesia (PMI) dll
menempatkan Gubernur atau
Meneteri
atau bahkan Presiden sebagai Ketua Kehormatan.
Demikian pula seorang raja atau ratu di sebuah negara demokratis seperti Inggeris, tetap dipandang sebagai pemimpin tertinggi, namun tidak menjalankan kepemimpinannya dalam
pemerintahannya yang di laksanakan oleh perdana menteri.
Didalam kepemimpinan simbol ini, pemimpin tidak memiliki dan tidak menjalankan
wewenang dan tidak memikul tanggung jawab, karena dilimpahkan sepenuhnya pada pimipinan pelaksana. Kehebatan atau kesuksesan atau jasa pemimpin pelaksana pada beberapa organisasi yang menghantarkannya untuk
menjadi
pemimpin simbol.
Dalam
menjalankan wewenang dan tanggung jawab,
kerap kali pemimpin simbol difungsikan juga sebagai penasihat atau tempat berkonsultasi, yang
hasilnya bebas untuk
digunakan atau tidak oleh pemimpin pelaksana. Sedang wewenang dan tanggung
jawab menggerakkan anggota organisasi dengan mengambil
berbagai keputusan dan
memerintahkan pelaksanaanya berada sepenuhnya pada pemimpin
pelaksana.
D. HUBUNGAN TEORI KEPEMIMPINAN
DENGAN GAYA / PERILAKU KEPEMIMPIAN
Semua
gaya/perilaku
kepemimpinan
seperti diuraikan
di atas
tidak
dapat dilepaskan
hubungannya atau terkait erat dengan
teori kepemimpinan untuk
mengefektifkan organisasi sebagaimana telah banyak disinggung dalam uraian-uraian terdahulu. Sehubungan dengan itu dalam
implementasi empat
orientasi berdasarkan teori
kepemimpinan
dapat ditemui di dalam
tipe/gaya tertentu
yang relevan. Pola Orientasi Kepemimpinan yang pengimplementasiannya
terkait dengan gaya atau perilaku kepemimpinan
tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kepemimpinan yang berorientasi/mementingkan tugas
Orientasi kepemimpinan
ini mengutamakan
efektivitas organisasi
melalui pelaksanaan
tugas/pekerjaan
secara tepat/benar, tanpa membuat kesalahan. Dengan cara tersebut teori ini berpendapat tujuan organisasi
dapat dicapai secara maksimal. Kepemimpinan dengan orientasi
ini memiliki kecerendungan pada pengimplementasian gaya atau perilaku yang
termasuk dalm tipe
kepemimpinan otoriter. Pemimpin berasumsi bahwa tugas-tugas dan cara melaksanakannya
yang sudah diatur dan ditetapkan,
tidak
memerlukan partisipasi anggota organisasi
untuk memperbaiki atau mengubahnya
meskipun dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitasnya dalam mencapai tujuan
organisasi.
2. Kepemimpinan berorientasi/mengutamakan hubungan
Kepemimpinan dengan orientasi ini dalam
mewujudkan pekerjaan mengutamakan
interkasi
timbal balik antara
pimpinan dengan anggota
organisasi/bawahan berdasarkan hubungan manusiawi yang hormat menghormati dan saling menghargai satu dengan yang lain. Pemimpin
dengan orientasi ini sangat terbuka pada partisipasi anggota organisasi, yang selaras dengan Tipe Kepemimpinan
Demokratis. Partisipasi anggota
dilakukan dengan
memberikan kesempatan yang
luas pada anggota organisasi dalam
menyampaikan kreativitas, inisiatif,
pendapat, saran, dan kritik. Orientasi kepemimpinan
ini dalam implementasi gaya atau
perilaku kepemimpinan yang
bersifat manusiawi karena
dilaksanakan dengan mengahrgai dan mampu menyalurkan perbedaan
anggota organisasi
yang berbeda kemampuannya dalam
bekerja.
3. Kepemimpinan berorientasi/mementingkan hasil
Kepemimpinan dengan orientasi ini menuntut
hasil kerja yang sesuai standar dari setiap
anggota organisasinya, yang akan berdampak pada hasil keseluruhan organisasi yang harus
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian berarti juga hasil yang dicapai
setiap anggota organisasi merupakan bagian atau harus mampu mendukung
pencapaian tujuan organisasi.
Dalam kondisi itu pemimpin
cenderung tidak mempersoalkan cara mencapai tujuan
organisasi, antara lain apakah hasil kerja individu atau hasil kerjasama di dalam tim kerja
(team
work), apakah menggunakan sedikit atau banyak bahan, dll. Orientasi kepemimpinan ini terfokus
pada hasil maksimal yang
dapat dicapai, karena pemimpin memiliki ambisi yang kuat dalam menuntut
prestasi kerja terbaik dari setiap anggota organisasi
tanpa mempersoalkan cara
mencapainnya.
4. Kepemimpinan yang berorientasi/mengutamakan anggota organisasi
Orientasi ini disebut juga orientasi pada manusia karena kegiatan kepemimpinan disesuaikan
dengan situasi/kondisi anggota organisasi sebagai manusia yang
unik dan komplek. Dengan kata lain kepemimpinan ini merupakan kepemimpinan yang
sangat fleksibel dalam arti
pemimpin harus
mampu mengubah gaya kepemimpinannya setiap kali terjadi perubahan situasi/kondisi
anggota organisasinya. Salah satu contahnya terlihat pada kepemimpinan di lingkungan partai politik. Jauh sebelum PEMILU kepemimpinan ketua partai cenderung bersifat otoriter dengan memecat setiap anggota organisasi yang
tidak menjalankan atau berperilaku menantang garis perjuangan partainya. Setelah memasuki dan selam masa kampanye kepemimpinan ketua partai cenderung
demokratis, dengan memberikan kesempatan
pada anggota
partainya menyampaikan kreativitas, inisiatif dll
sesuai kematangannya dalam memilih dan melaksanakan strategi dan
taktik (cara)
berkampanye yang paling efektif untuk
merebut kemenangan.
Dari uraian-uraian di atas
jelas bahwa kepemimpinan berorientasi
pada anggota organisasi
menuntut pemimpin mampu mengenali secara baik kondisi
kematangan anggota
organisasinya dalam memecahkan masalah dan/atau melaksanakan tugas pokoknya, yang
mengharuskannya
mengubah gaya atau perilaku
kepemimpinannya setiap kali menghadapi kematangan anggota
organisasi yang
tidak sama. Dalam menghadapi anggota yang
kematangannya tinggi, pemimpin dapat menggunakan gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk tipe kepemimpinan demokratis. Sedang bagi pemimpin dalam menghadapi anggota organisasi yang
kematangannya
rendah dalam menyelesaikan masalah dan/atau
melaksanakan tugas pokoknya, megharuskan
pemimpin mengimplementasikan gaya atau
perilaku yang termasuk tipe
kepemimpinan otoriter.
E.
GAYA/PERILAKU KEPEMIMPINAN
LAINNYA
Dalam kenyataannya sulit untuk dibantah bila
dikatakan terdapat beberapa gaya atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam salaha
satu tipe
kempemimpinan yang telah diuraikan terdahulu. Sehubungan dengan itu sekurang-kurangnya
terdapat empat gaya atau perilaku kepemimpinan seperti itu. Keempat gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah (1)
Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Ahli (Expert), (2)
Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik, (3) Gaya atau
Perilaku
Kepemimpinan Paternalistik, dan (4) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Transformasional. Keempat gaya atau perilaku kepemimpinan
tersebut akan dibahas
berikut ini.
1. Gaya
atau Perilaku Ahli
(Expert)
Gaya atau perilaku kepemimpinan ini didasarkan pada kepemilikan keahlian tertentu oleh
seorang pemimpin sesuai dengan bidang yang
menjadi tugas pokok/pekerjaan utama dilingkungan sebuah organisasi.
Misalnya pemimpin sebuah rumah sakit harus
seorang dokter,
yang
memiliki pengetahuan dan
pengalaman
yang
memungkinkannya membuat
keputusan secara tepat/baik berdasarkan keahliannya. Demikian pula manajer sebagai pimpinan dilingkungan sebuah perusahaan/industry haruslah seorang yang ahli dalam bidang ekonomi
dan jenis bisnisnya.
Dari uraian singkat diatas berarti teori kepemimpinan ini menekankan bahwa
seorang
pemimpin harus
professional di bidangnya, yang
dapat diperoleh dari
pendidikan formal
dan/atau pengalaman kerja yang cukup
lama dalam bidang garapan organisasinya.
2. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik
Gaya atau kepemimpinan kharismatik
ini
bersandar
pada karakteristik kualitas kepribadian yang
istimewa sehingga mampu menciptakan kepengikutan pada pemimpin sebagai
panutan, yang
memiliki daya tarik yang sangat memukau, de ngan memperoleh pengikut yang banyak (sangat besar)
jumlahnya. Kepemimpinan Kharismatik
dapat diartikan juga sebagai
kepemimpinan yang memiliki kekuasanan yang kuat dan tetap serta dipercayai oleh pengikut-
pengikutnya. Sejalan dengan pengertian itu dikatakan oleh Fred Luthans (1995, p.335) bahwa
charismatic leadership is throwback to the
old
conception of leader as being those
who by the force of their personal abilities are
capable of having profound and extraordinary
effects on
followers.
Berdasarkan uraian-uraian diatas kepemimpinan kharismatik
dapat diartikan
sebagai
kemampuan mempengaruhi orang
lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan dalam sifat/aspek kepribadiaan pemimpin, sehingga
menimbulkan rasa
hormat, rasa segan dan
kepatuhan yang tinggi
pada
para pengikutnya.
Berikutnya Yulk (1989,
p.
205) mengetengahkan
indikator
kepemimpinan kharismatik
sebagai
berikut :
1. Pengikut-pengikutnya menyakini kebenaarnnya dalam
acara memimpin.
2. Pengikut-pengikutnya menerima gaya kepemimpinannya tanpa bertanya.
3. Pengikut-pengikutnya memiliki kasih sayang kepada pemimpinnya.
4. Kesadaran untuk mematuhi
perintah pimpinannya.
5. Dalam
mewujudkan misi organisasi melibatkan
pengikutnya secara emosional.
6. Mempertinggi
pencapaian
kinerja (performance) pengikutnya.
7. Dipercayai pengikutnya bahwa dengan kepemimpinannya akan mampu mewujudkan
misi organisasinnya.
Sehubungan dengan indikator-indikator di atas, berarti kepemimpian kharismatik memiliki kebutuhan kuat akan kekuasan (strong need for power), memiliki percaya diri yang tinggi (high self confidence) dan pendirian (prinsip) yang kuat pula dalam mewujdkan kepercayaan dan idealitasnya (strong conviction in their own belief and ideals).
3. Gaya
atau Perilaku Kepemimpinan Paternalistik
Kepemimpinan Paternalistik adalah pemimpin yang perannya diwarnai oleh sikap kebapak-bapakan dalam arti bersifat melindungi, mengayomi, dan menolong anggota organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin merupakan tempat bertanya dan menjadi tumpuan harapan bagi pengikutnya dalam menyelesaikan masalah-masalah. Sehubungan dengan itu Sondang P. Siagian (1991, h. 33) mengatakan bahwa tipe kepemimpinan pateralistik banyak terdapat pada masyarakat tradisional, agraris. Popularitas pemimpin paternalistik disebabkan (a) kuatnya ikatan primordinal (b) extended family system (c) kehidupan masyarakat yang kumunalistik (d) peran atau istiadat yang sangat kuat dalam masyarakat (e) hubungan pribadi dan rasa hormat yang tinggi pada orang tua.
4. Kepemimpinan Tranformasional
Pendekatan kepemimpinan lain pada dasarnya menuntut anggota organisasi/bawahan untuk mengikuti arahan yang diberikan
pemimpin,
sedang kepemimpinan transformasional lebih menekankan pada kegiatan pemberdayaan (empowerment) melalui peningkatan konsep
diri bawhan/anggota organisasi
yang positif. Para bawahan/anggota organisasi yang memiliki
konsep diri
positif
itu akan mampu
mengatasi
permasalahan dengan mempergunakan potensinya masing-masing, tanpa
rasa tertekan atau ditekan, sehingga dengan kesadaran sendiri membangun komitmen yang tinggi
terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
Sehubungan dengan itu
Scott Burd dalam Transformational Leadership (http:/strateadchange,com/files_courses.htm, 2002) mengemukakan bahwa
kepemimpinan
transformasional merupakan pendekatan yang diterapkan dalam rangka
mempertahankan
pemimpin dan organisasinya dengan cara penggabungan tiga
unsur, yakni : Strategi, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi.
Strategi yang
dimaksud Burd mencakup kemampuan dalam menetapkan araj yang akan
dituju organisasi, dengan membangun visi dan kesamaan visi dan misi,
merumuskan Rencana Strategik (RENSTRA), mneneterjemahkan visi dan misi ke
dalam tindakan, mengembangkan
komitmen pada
prestasi dan kualitas kerja, serta
merumuskan dan menerapakan Rencana Oprasional
(RENOP).
Kepemimpinan, mencakup kegiatan
merealisasikan
strategi melalui tindakan
kepemimpinan transformasional yang sesuai dengan fungsi dan situasi, menjadi pemimpin yang
dapat mempengaruhi dan diakui bawahan/anggota organisasi, memotivasi bawahan/ manggota organisasi untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin pada semua jenjang,
menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk pertumbuhan organisasi, memimpin untuk
mempertahankan kejayaan (eksistensi) organisasi, dan menciptakan cara kerja yang lebih mudah.
Budaya Organisasi, Realisasi kepemimpinan
transformasional
mencakup kemampuan memotivasi bawahan/anggota organisasi untuk
menerapkan strategi, memahami budaya kerja yang tumbuh dan berkembang di dalam organisasi,
cepat menerima perubahan yang
bersifat inovatif, menjadi teladan bagi bawahan/anggota organisasi, membangkitkan dan membina
semangat team kerja. Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan transformasional adalah
pendekatan kepemimpinan dengan melakukan usaha mengubah
kesadaran, membangkitkan
semangat dan mengilhami bawahan/anggota
organisasi
untuk mengeluarkan
usaha ekstra
dalam mencapai
tujuan organisasi, tanpa merasa ditekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar