Ditulis Oleh: Wahid Suharmawan
Menurut American School Conselor Assosiation (ASCA), konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya dalam mengatasi maslahmasalahnya (Juntika, 2003).
Sedangkan behavior, behavioral atau behaviorisme adalah satu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas (Chaplin, 2002). Teori behavioristik dapat menangani kompleksitas masalah klien mulai dari kegagalan individu untuk belajar, merespon secara adaptif hingga mengatasi masalah neorosis. Adapun aspek penting dari terapi behavioristik adalah bahwa perilaku dapat didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
Konseling behavior merupakan suatu teknik terapi dalam konseling yang berlandaskan teori belajar yang berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya melalui teknik-teknik yang berorientasi pada tindakan. Behavior berpandangan, pada hakikatnya kepribadian manusia adalah perilaku. Dimana perilaku tersebut merupakan hasil dari bentukan pengalaman interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya.
Behaviorisme sendiri adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang kemudian digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis yang berbicara tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Para ahli behavioristik memandang bahwa gangguan tingkah laku adalah akibat dari proses belajar yang salah. Oleh karena itu, perilaku dapat diubah dengan mengubah lingkungan lebih positif sehingga perilaku menjadi positif pula. Perubahan tingkah laku inilah yang memberikan kemungkinan dilakukannya evaluasi atas kemajuan klien secara lebih jelas.
Karakteristik Konseling Behavior
Menurut Pihasniwati (2008), konsep utama dalam
konseling behavior adalah keyakinan tentang martabat manusia yang bersifat
falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis. Konseling behavioral berfokus
pada perilaku manusia yang dapat dipelajari dan dapat dirubah. Adapun
kondisi-kondisi pada manusia yang menjadi dasar dalam pelaksanaan konseling
behavior adalah:
- Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah berdasarkan bekal keturunan dan lingkungan (nativisme dan empirisme), terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas kepribadiannya.
- Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
- Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar. Kalau pola-pola lama dahulu dibentuk melalui belajar, pola-pola itu dapat diganti melalui usaha belajar yang baru.
- Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
Tujuan Konseling Behavior
Menurut Latipun (2008), tujuan konseling
behavior adalah menciptakan suatu kondisi baru yang lebih baik melalui proses
belajar sehingga perilaku yang negatif dapat dihilangkan serta mengubah tingkah
laku adaptif dengan cara memperkuat tingkah laku yang diharapkan dan meniadakan
perilaku yang tidak diharapkan serta berusaha menemukan cara-cara bertingkah
laku yang baru.
Konseling behavior bekerja dengan memusatkan perhatian perilaku manusia pada yang nampak dan dapat dipelajari, tujuan yang ingin dicapai pada saat proses konseling harus jelas dan sesuai dengan prosedur yang ada, memusatkan perhatian pada masalah klien dan membantu dalam memecahkan masalah klien. Tujuan konseling behavior adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial.
Sedangkan menurut Komalasari (2011), tujuan
konseling behavior adalah sebagai berikut:
- Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar.
- Membantu konseli membuang respons-respons yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respons-respons yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
- Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
- Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor.
Menurut Surya (2003), untuk mencapai tujuan
dalam konseling behavior, karakteristik konselor adalah sebagai berikut:
- Konselor harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung jawab, yang dapat memenuhi kebutuhannya.
- Konselor harus kuat, yakin, dia harus dapat menahan tekanan dari permintaan klien untuk simpati atau membenarkan perilakunya tidak pernah menerima alasan-alasan dari perilaku irrasional klien.
- Konselor harus sensitif terhadap kemampuan untuk memahami perilaku orang lain.
- Konselor harus dapat bertukar pikiran dengan klien tentang perjuangannya dapat melihat bahwa seluruh individu dapat melakukan secara bertanggung jawab termasuk pada saat yang sulit.
Teknik Konseling Behavior
Perbedaan konseling behavior dibanding dengan
metode yang adalah adalah pengembangan prosedur-prosedur terapeutik yang
spesifik yang memiliki kemungkinan untuk diperbaiki melalui metode ilmiah.
Dalam konseling behavior, teknik-teknik spesifik yang beragam dapat digunakan
secara sistematis dan hasilnya bisa dievaluasi. Teknik-teknik tersebut bisa
digunakan jika saatnya tepat untuk menggunakannya dan banyak diantaranya yang
bisa dimasukkan kedalam praktek psikoterapi yang berlandaskan model-model lain.
Menurut Latipun (2008), teknik yang digunakan
dalam konseling behavior adalah sebagai berikut:
- Skedul penguatan adalah suatu teknik pemberian
penguatan pada
- Klien ketika tingkah baru selesai dipelajari
dimunculkan oleh klien. Penguatan harus dilakukan secara terus-menerus
sampai tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri klien.
- Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan
mempelajari tingkah laku baru secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi
tingkah laku yang ingin dicapai dalam beberapa unit, kemudian
mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
- Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan
penguatan agar tingkah laku meladaptif tidak berulang. Ini didasarkan pada
pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu apabila
tidak mendapatkan keuntungan.
b. Teknik-teknik
spesifik
- Desensitisasi Sistematik. Desensitisasi sistematik adalah
teknik yang paling sering digunakan. Desensitiasi sistematik adalah teknik
yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi keliru apabila menganggap
teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan.
Teknik ini diarahkan kepada klien untuk menampilkan respon yang tidak
konsisten dengan kecemasan. Desensitisasi sistematik melibatkan teknik
relaksasi dimana klien diminta untuk menggambarkan situasi yang paling
menimbulkan kecemasan sampai titik dimana klien tidak merasa cemas.
- Latihan Asertif. Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai
popularitas adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada
situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk
menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan
yang layak atau benar.
- Terapi Aversi. Teknik-teknik pengondisian aversi yang telah
digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang
spesifik, melibatkan pengasosiasisan tingkah laku simtomatik dengan suatu
stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan
terhambat kemunculannya. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman
dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali
aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan
berbagai bentuk hukuman.
- Pengondisian Operan. Tingkah laku operan adalah
tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah
tingkah laku beroperasi dilingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.
Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam
kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan
dengan alat-alat makan, bermain, dan sebagainya.
- Penguatan Positif. Pembentukan suatu pola tingkah
laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku
yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah
laku. Penguatan positif adalah teknik yang digunakan melalui pemberian
ganjaran segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Contoh
penguatan positif adalah senyuman, persetujuan, pujian, bintang emas,
mendali, uang, dan hadiah lainnya. Pemberian penguatan positif dilakukan
agar klien dapat mempertahankan tingkah laku baru yang telah
terbentuk.
- Pencontohan. Dalam pencontohan, individu mengamati seorang model
dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Belajar
yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara
tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut
konsekuensi-konsekuensinya. Dalam teknik ini, klien dapat mengamati
seseorang yang dijadikan modelnya untuk berprilaku kemudian diperkuat
dengan mencontoh tingkah laku sang model. Dalam hal ini konselor, dapat
bertindak sebagai model yang akan ditiru oleh klien.
- Token Economy. Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa
diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Metode ini menekankan penguatan
yang dapat dilihat dan disentuh oleh klien yang dapat ditukar oleh klien
dengan objek atau hak istimewa yang diinginkannya. Token economy dapat
dijadikan pemikat oleh klien untuk mencapai sesuatu.
Langkah-langkah Konseling Behavior
Tingkah laku yang bermasalah dalam konseling
behavior adalah tingkah laku yang berlebih (excessive) dan tingkah laku yang
kurang (deficit). Contoh tingkah laku yang berlebihan seperti merokok, terlalu
banyak main game dan sering memberi komentar di kelas. Adapun tingkah laku yang
deficit adalah terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas dan bolos
sekolah.
Tingkah laku excessive dirawat dengan menggunakan teknik konseling untuk menghilangkan atau mengurangi tingkah laku, sedangkan tingkah laku deficit dikonseling dengan menggunakan teknik meningkatkan tingkah laku. Menurut Komalasari (2011), tahapan dalam konseling behavior adalah sebagai berikut:
a. Melakukan asesmen (assessment)
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang
dilakukan oleh konseli pada saat ini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata,
perasaan dan pikiran konseli. Terdapat enam informasi yang digali dalam asesmen
yaitu:
- Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini. Tingkah laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
- Analisis tingkah laku yang didalamnya terjadi masalah konseli. Analisis ini mencoba untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali tingkah laku dan mengikutinya sehubungan dengan masalah konseli.
- Analisis motivasional.
- Analisis self kontrol, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap tingkah laku bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana kontrol itu dilatih atas dasar kejadian-kejadian yang menentukan keberhasilan self kontrol.
- Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan konseli diidentifikasi juga hubungannya orang tersebut dengan konseli. Metode yang digunakan untuk mempertahankan hubungan ini dianalisis juga.
- Analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-norma dan keterbatasan lingkungan.
Konselor dan konseli menentukan tujuan
konseling sesuai dengan kesepakatan bersama berdasarkan informasi yang telah
disusun dan dianalisis. Fase goal setting disusun atas tiga langkah,
yaitu:
- Membantu konseli untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan yang diinginkan.
- Memperhatikan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatan-hambatan situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur.
- Memecahkan tujuan ke dalam sub-tujuan dan menyusun tujuan menjadi susunan yang berurutan.
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor
dan konseli menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli
mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan konseli
mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang dialami
oleh konseli (tingkah laku excessive atau deficit).
Evaluasi konseling behavioristik merupakan
proses yang berkesinambungan. Evaluasi dibuat atas apa yang konseli perbuat.
Tingkah laku konseli digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas
konselor dan efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan. Terminasi lebih
dari sekedar mengakhiri konseling. Terminasi meliputi:
- Menguji apa yang konseli lakukan terakhir.
- Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan.
- Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling ke tingkah laku konseli.
- Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah laku konseli.
Daftar Pustaka
Juntika, Nurihsan. 2003. Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap
Psikologi. Jakarta: Raja Grafika Persada.
Surya, Mohammad. 2003. Teori Teori
Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Pihasniwati. 2008. Psikologi
Konseling. Yogyakarta: Teras.
Latipun. 2008. Psikologi Konseling.
Malang: UMM Press.
Komalasari, Gantina, Dkk. 2011. Teori
Teknik Konseling. Jakarta: Indeks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar