A. Definisi Metafora
Konsep tentang metafora dikenal luas di berbagai
negara, banyak pengertian yang berbeda, secara bahasa metafora berasal dari
bahasa latin “metaphora” dan bahasa Yunani “metapherin” yang
artinya “memindahkan atau menghasilkan” (Gayle dalam Chesley dkk).
Menurut Kopp,1971 (dalam Chesley dkk) metafora
didefinisikan sebagai” suatu cara berbicara di mana satu hal diekspresikan
dalam hal lain(dengan kiasan), dengan cara tersebut sekumpulan orang
dapat memperoleh pencerahan baru pada karakter apa yang sedang dijelaskan”.
Penggunaan istilah berbicara oleh kopp digunakan untuk membatasi
penggunaan metapora hanya pada aspek ekspresi verbal.
Sedangkan pengertian lain menurut drucker dalam
Chesley, 2008 adalah bahwa metapora itu tidak selalu diasosiasikan dengan
bahasa namun juga bisa dengan pemikiran atau pengalaman yang diambil dari satu
daerah yang bisa merepresentasikan daerah lain. Dari pengertian tersebut dapat
dipahami bahwa permainan simbolis pada anak juga memenuhi syarat untuk
dikatakan sebagai metafora, contohnya adalah seorang anak yang memetaforakan
ayah yang tidak konsisten dan jarang pulang ke rumah dengan menggambar balon
dengan penampakan ayah, dan berkata bahwa “ayah adalah balon”. Hal tersebut
merupakan gambaran anak tentang ayahnya yang bisa dimaknai bahwa aya anak
tersebut dianggap sebagai orang yang jarang ada, tidak bermakna dan bisa
menghilang kapan saja.
Khusus metafora pada anak penulis lainnya seperti frey
mendefinisikan metafora disamping sebagai wacana verbal, juga bisa dilakukan
dengan seni, musik, dan permainan, yang di dalamnya anak bisa mengekspresikan
diri mereka secara metaforis. Bermain bisa menjadi jalan untuk
mengkomunikasikan perasaan dan pikiran anak tentang dunianya.
Dalam keluarga metafora merupakan salah satu bentuk
komunikasi yang terjadi antar anggota keluarga dimana identitas anggota
keluarga dapat ditegaskan. Sebagai contoh ketika orang tua ingin mengungkapkan
perasaannya tentang perilaku anaknya yang nakal dalam konteks keluarga mereka.
Mungkin konselor bisa menyampaikan anda jangan membuang anak anda tapi
rangkullah anak dia dan hargai dia sebagai manusia dengan merajutnya dengan
cinta dan kasih sayang.
Metafora dapat menjadi alat dalam melakukan konseling
dan juga bermanfaat baik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Penggunaan
metafora dalam permainan, kegiatan seni, dan aktivitas kreatif lainnya sudah
diterapkan dalam konseling untuk memfasilitasi perubahan dalam terapi baik pada
anak-anak maupun orang tua. Kalau orang tua menceritakan apa yang mereka
rasakan dengan bermain, maka anak-anak meneritakannya dengan permainan yang
mereka mainkan.Anak-anak bisa dibentuk melalui cerita dari permainan yang mereka
gemari.
B. Perkembangan kemampuan Metafora
Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget,
mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka
sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk
menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah
pemahaman mereka terhadap dunia.(psikologizone.com)
Menurut Piaget, perkembangan kognisi anak memungkinkan
mereka berkembang untuk memahami makna di balik simbol-simbol, Anak yang sudah
dapat memahami simbol, kiasan/metafora pada umumnya adalah anak yang sudah
menginjak tahap operasional kongkrit dan operasional formal.
Tahap Operasional Kongkrit berlangsung pada
usia7-11tahun, pada tahapan ini anak mulai meninggalkan ‘egosentris’-nya dan dapat
bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat
dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis. Pada tahap ini anak dapat
melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran
dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau
konkrit.(psikologizone.com)
Salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang
dikenal dengan istilah personal fabel. Personal fabel adalah “suatu cerita yang
kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita]
itu tidaklah benar” .Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan
fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi
keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus
yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain
dan fakta sebenarnya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya
tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang
remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya
[saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs]
berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap
bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada
dirinya”.(addin,2010)
Tahap Operasional Formal yaitu anak usia11tahunkeatas
biasanya mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit
maupun abstrak, Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata,
pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Juga
memungkinkan seorang anak untuk berkembang kemampuan bahasanya dengan
menggunakan bahasa satire dan metafora dalam menulis dan percakapan
sehari-hari. remaja dapat memahami makna abstrak dalam permainan kata-kata,
peribahasa, metafora dan analogi. Karena seorang remaja dapat berpikir tentang
hal-hal abstrak, hal itu juga memungkinkan dia untuk maju menerapkan penalaran
dan logika untuk isu-isu sosial dan ideologis.Hal ini jelas terlihat saat
remaja menunjukkan minat dalam hubungan interpersonal, politik, filsafat,
agama, moralitas, persahabatan, iman, demokrasi, kejujuran dan
keadilan.(psikologizone.com)
Aspek metafora sudah digunakan anak dan remaja yang
masuk masa operasional formal, mereka membandingkan dua gagasan yang dapat
disampaikan atau digambarkan oleh makna abstrak yang terkandung pada kata-kata.
Misalnya keyakinan bahwa dua kaca itu mempunyai persamaan bahwa keduanya dapat
dihancurkan, prestasi atlet dan pidato politikus keduanya sama-sama dapat diramalkan
(Santrock, 2003).
Metapora pada anak berfungsi untuk mmbantu mereka
memperoleh pemahaman terhadap pengalaman mereka, dengan bermain metafor anak
memproses situasi atau masalah yang asing bagi mereka dengan menggunakan media
yang akrab dengan mereka. Melalui metaphora simbolis anak juga dapat
mengungkapkan emosi mereka dengan cara yang tidak berbahaya.
C. Tipe Metafora Pada Konseling
Pada umumnya penggunaan metafora baik non verbal dan
verbal digunakan pada terapi bermain pada anak untuk memfasilitasi perkembangan
mereka. Pendekatan yang digunakan pada umumnya adalah psikodinamika, client
centered, dan Cognitive behavior. Treatmen spesifik yang digunakan dalam
metafora pada anak pada umumnya adalah:
1. Metafora Melalui permainan
Seringkali konselor anak menggunakan permainan untuk
mendorong konseli untuk menghidupkan kembali peristiwa yang bermakna. Mirip
dengan penggunaan narative terapi pada orang dewasa, dimana konseli
menceritakan ceritanya dan bekerjasama dengan konselor untuk menggeneralisasikan
cerita yang bermakna melalui rekonstruksi narasi verbal. Anak saling
menceritakan kisah mereka menggunakan permainan dinamakan “rekonstruksi bemain”
yakni anak secara simbolis menghidupkan kembali pengalaman trauma dan membuat
puzzle pengalaman mereka dalam permainan puzzle menggunakan materi dan
permainan yang beragam sesuai karakteristik anak. (smith dalam Chesley dkk,
2008).
Melalui rekonstruksi bermain anak membahas pengalaman
berharga mereka bisa tentang tokoh olahraga, pahlawan dan sebagainya. Kemudian
mereka bersama konselor memproses masalah tersebut, bagaimana membahasnya,
mencari solusi, yang membuat mereka dapat menemukan solusi masalah.
Cara bermain adalah menggunakan wayang/boneka atau
media lain untuk memfasilitasi metafora verbal dan non verbal dari dunia yang
sedang dialami anak. Konseli difasilitasi untuk menggunakan boneka dan bermain
dengan boneka untuk mengeksplorasikan perasaan mereka.
2. Penggunaan Metafora pada literatur dan Seni
Penggunaan seni dalam psikoterapi telah banyak
digunakan misalnya menggunakan musik, menggambar, melukism bermain pasir untuk
membantu konseli mengekspresikan dan mengatasi pikiran maupun perasaan yang
saling bertentangan melalui media tersebut konseli memetaforakan melalui
metavora nonverbal terhadap pandangan mereka terhadap lingkungan mereka.
Misalnya Misalnya, Billy, seorang bocah 7 tahun yang telah ditinggalkan oleh
ibunya,diberi krayon dan kertas dan diminta untuk menggambar binatang yang
paling seperti dia. Meskipun Billy adalah anak tenang dan tenang di seluruh
terapi, ia memilih untuk menggambar singa buas yang tampak dan berkata, “Singa
itu berarti, sama seperti saya.” Itu melalui penggambaran singa marah bahwa
konselor bisa membantu Billy mengekspresikan kemarahan dan mengelola kemarahan
tersebut dengan baik.
Bahan dan materi yang digunakan dalam konseli pada
umumnya sama dengan pada terapi lain yakni menggunakan bahan yang sudah umum
dan familier di kalangan anak-anak, yang intinya adalah dapat membantu anak
untuk memetaforakan terhadap pengalaman mereka sendiri dan akhirnya mereka
berhasil untuk menyelesaikan masalahnya yang belum bisa dimaknai, yang penuh
dengan teka-teki. Contohnya adalah seorang yang ketika berusia 3 tahun pernah
terbakar tangannya dan melepuh, sam menyangkal jika karena peristiwa masa
kecilnya itu dia mengalami trauma, namun ketika diminta menggambarkan mimpinya
dia mengambarkan beruang yang merepresentasikan dan dihubngkan dengan
pengalaman trauma konseli terhadap peistiwa masa lalunya.
D. Implikasi Metafora Pada Praktek Bimbingan dan
Konseling
Dalam Bimbingan Konseling ada 3 elemen yang perlu
diperhatikan untuk melaksanakan terapi dengan menggunakan metafora. Yaitu konselor,
konseli, dan keluarga.
1. Konseli
Konseli harus diperhatikan ketika akan melakukan
metaphora, kemampuannya dalam memahami metafora sangat perlu diperhatikan.
Disamping itu konseli dipandang sebagai pencipta metafora yang paling utama
dalam konseling seperti gina yang memetaforakan keluarganya seperti hitler
(pervin, 2008). Tidak semua konseli memiliki kompetensi metafora, jadi untuk
melaksanakan metafora, konseli harus dibina dan dikembangkan dalam seluruh sesi
konseling, dan ini merupakan hal yang menantang karena diperlukan kemampuan
konseli untuk mnjadi kreatif,melihat perkebangan kognitif, dan kemampuan
nalarnya.
Perlu diperhatikan juga potensi dan kegemaran siswa
ketika memberikan metafora, apakah konseli senang melihat acara olahraga,
musik, menggambar, bermain, atau yang lainnya. Hal ini diperlukan untuk
menyamakan pengetahuan konseli, dan tingkat kedetilan metafora agar proses
metapora bisa berjalan lebih baik.
2. Konselor
Kompetensi konselor adalah hal yang perlu
diperhatikan; pengetahuan konselor tentang metaphora, bagaimana teori
methapora, bagaimana penelitian yang telah dilakukan dalam lingkup tentang
penggunaaan Metafora ;keterampilan konselor dalam metafora, konseor harus
terampil menggunakan metafora sesuai dengan kebutuhan karakteristik masalah
konseli ;dan tentunya kepribadian konselor, yakni konselor harus menghargai
bahwa terapi dengan metafora itu memiliki manfaat dalam membantu perkembangan
individu.
Konselor dapat memanfaatkan metafora untuk
memfasilitasi perubahan konseling dengan cara memetaforakan sesuai dengan
masalah konseli, dan melihat masalah secara objektif.
Konselor bisa memanfaatkan terapi narasi, konselor dan
konseli saling bercerita, yang didalamnya konselor bisa memasukkan unsur
metafora, bisa dengan metafora terhadap tokoh olahraga seperti contoh di
chapter 16 dimana kondisi Gina dengan orang tuanya yang diistilahkan gina bak
perang dunia ke dua yang seolah orang tuanya sebagai hitler, yang kemudian
konselor memberikan gambaran metafora pertandingan tinju antara M. Ali Vs
frazier untuk menganalogikan gambaran masalah gina dan keluarganya.
3. Keluarga
Metafora dapat dimanfaatkan untuk konseling berbasis
keluarga, dan permaslahan keluarga. Ada 7 tahapan yang bisa dimanfaatkan dalam
terapi metafora dalam keluarga yaitu: Mendengar metafora, memvalidasi metafora,
memperluas metafora, bermain dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi,
melibatkan orang lain dalam metafora, menghadiri dan kemudian memilih metafora
terbaik yang membantu dalam penyelesaian masalah, dan menghubungkan metafora
dengan masa depan. Seperti contoh: dalam satu keluarga yang melaksanakan
konseling, sang ayah memetaforakan keluarga dalam perahu yang sama, kemudian
divalidasi dan digeneralisasikan yang kemudian ibu memetaforakan bahwa keluarga
berada di kapal yang berbeda, karena ada naggota keluarga yang berada di kapal
budak, ada yang di kapal budak dan ada yang di kapal bos. Kemudian konselor
meminta masing-masing menjelaskan peran anggota kapal dalam role play dan
mengidentifikasi kondisi metafora yang paling mengenakkan bagi keluarga.
Sumber : https://abdillahhusni.wordpress.com/2011/06/14/penggunaan-metafora-dalam-konseling/
Sumber : https://abdillahhusni.wordpress.com/2011/06/14/penggunaan-metafora-dalam-konseling/
Referensi
Addin. 2010. Perkembangan remaja dan transisinya. http://kotretanhadi.wordpress.com. Diakses 17 maret 2011.
Chesley, Gayle et all. 2008. “Verbal And
Nonverbal metaphor with Children In Counseling”: Journal Of Counseling And
Development. 86 Fall. 399-411
http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/. Perkembangan Kogntif dan Bahasa
Anak. Diakses 17 Maret 2011
http://www.psikologizone.com. Teori Kognitif Psikologi
Perkembangan Jean Piaget. Diakses 17 Maret 2011
John W sntrock.2003. Adolescene perkembangan
remaja( dalam google book halaman pratinjau). Jakarta: Erlangga.
Lawrence, Rubin. 2008. Popular Culture In
Counseling, Psychotheraphy, And Play Based Interventions. New York:
Springer Publishing Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar