Minggu, 10 April 2016

KUALITAS KEPRIBADIAN DALAM PROSES KONSELING

Ditulis oleh; Wahid Suharmawan

A.  PRIBADI KONSELOR
Koselor dan peneliti sependapat bahwa kepribadian konselor  merupakan faktor yang paling penting dalam  konseing. Seperti yang dinyatakan Perez, “temuan penelitian menunjukkan bahwa pengalaman, orentasi teoris dan teknik yang digunakan bukanlah penentu utam dalam keefektifan seorang terapis, akan tetapi kualitas pribadi konselor, bukan pendidikan dan pelatihanya sebagai kriteria dalam evaluasi keefektifannya. ”
Di antara kompetensi konselor, yang paling penting adalah kualitas pribadi konselor  karena konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan berarti serta membangun hubungan antarpribadi (interpersonal)  yang unik dan harmonis, dinamis, persuasif dan kreatif sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, Corey (1986: 358-361), menyatakan “alat” yang paling penting untuk dipakai dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (our self as a person). Pada bagian dari tulisannya itu, ia tidak ragu-ragu mengatakan bahwa “... para konselor hendaknya mengalami sebagai konseli pada suatu saat, karena pengenalan terhadap diri sendiri bisa meinaikkan tingkat kesadaran (self awarness)”konselor.


Brammer (1979: 4) mendeskripsikan kualifikasi konselor sekolah sebagai pribadi memiliki sifat-sifat dan sumber kepribadian seperti memiliki perhatian pada orang lain, bertanggung jawab, empati, sensitivitas dan sebagainnya.Menurut Furqon (2001) ditemukan bahwa konselor sekurang-kurangnya perlu memiliki tiga kompetensi, di samping perlu dukungan kondisi yang kontekstual dan lingkungan, yaitu kompetensi pribadi (personal competencies), kompetensi inti (core competencies), dan kompetensi pendukung (supporting competencies).
Kompetensi pribadi (personal competencies) merujuk kepada kualitas pribadi konselor yang berkenaan dengan kemampuan untuk membina hubungan baik antarpribadi (rapport) secara sehat, etos kerja dan komitmen profesional, landasan etik dan moral dalam berperilaku, dorongan dan semangat untuk mengembangkan diri, serta berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah.
Pribadi konselor merupakan ‘instrumen’ yang menentukan bagi adanya hasil yang positif dalam proses konseling. Kondisi ini akan didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam berkomunikasi dengan konselinya. Pemaduan secara harmonis dua instrumen ini (pribadi dan keterampilan) akan memperbesar peluang keberhasilan konselor.
Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unikdan terciptanya layanan bimbingan dan konseling secara efektif,sebagaimana adanya tuntutan profesi, konselor harus memilikikualitas pribadi. Keberhasilan konseling lebih tergantung pada kualitas pribadi konselor dibandingkan kecermatan teknik. Mengenai ini, Tyler (1969) menyatakan: “…success  in counseling depend more upon personal qualities than upon correct use of specified techniques”. Pribadi konselor yang amat penting mendukung efektivitas perannya adalah pribadi yang altuistis (rela berkorban) untuk kepentingan konseli.

Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai peyeimbangan antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan teraputik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan keterampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh pada perubahan perilaku positif dalam konseling. Namun, ketika titik tumpu ini lemah, yaitu dalam keadaan kepribadian konselor tidak banyak membantu, maka pengetahuan dan keterampilan konselor tidak akan efektif digunakan, atau akan digunakan dalam cara-cara merusak. Kualitas kepribadian konselor, pengetahuan mengenai perilaku, dan keterampilan konseling, masing-masing tidak dapat saling mengantikan. Kpribadian yang baik tetapi dengan kekurangan pengetahuan dan keterampilan ibarat seorang supir yang mengendarai mobil tidak aman.
Keyakinan bahwa kepribadian konselor merupakan kunci yang berpengaruh dalam hubungan konseling, akan tetapi kepribadian konselor tidak dapat mengganti kekurangan pengetahuan tentang perilaku dan keterampilan teraputik. Pembentukan kualitas pribadi tidak sama dengan proses perolehan pengetahuan tentang perilaku dan keterampilan teraputik. Kualitas kepribadian berkembang dari perpaduan yang terjadi terus-menerus antara genetika, komsitusi, pengaruh lingkungan dan cara-cara unik orang dalam memadukan semua itu sehingga menjadi pribadi yang khas.
Pendidikan dan pelatihan lanjut lebih berpengaruh pada pertumbuhan secara kuantitatif dari pada kualitatif. Atau dengan kata lain, pendidikan dan pelatihan tidak banyak dapat membantu orang untuk berkembang menjadi dirinya sendiri.          
   Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal konseli, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling. Membangun hubungan konseling (counseling relationship) sangat penting dan menentukan dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun konseli, tidak memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses konseling.
                 
B.        KUALITAS KONSELOR
            Pembahasan mengenai kualitas konselor mencakup alasan pentingnya kualitas itu bagi konseling, deskripsi mengenai bagaimana kualitas itu dimanefestasikan, dan hambatan-hambatan dalam mewujudkan kualitas itu. Berikut ini akan dikemukakan bebrapa karakteristik kualitas kepribadian konselor yang terkait dengan keefektifan konseling.

1.      Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (self-knowledgei)
Self awareness berarti bahwa konselor memehami dirinya dengan baik, memahami secara pasti apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan, dan masalah apa yang harus diselesaikan. Pentingnya pemahaman diri bagi konselor diantaranya sebagai berikut.
a.       Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya. cenderung akan memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain
b.      Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil memahami orang lain
c.       Konselor yang memahami dirinya akan mampu mengajarkan cara memahami diri kepada orang lain
d.      Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses konseling berlangsung.

Kualitas konselor yang tinggi tingkat pengetahuanya terhadap diri sendiri, menunjukkan karakter sebagai berikut :
a.      Menyadari kebutuhanya sebagai konselor, harus mengenal bahwa mereka menyadari akan kebutuhan yang harus dicapai, seperti merasa penting, merasa dibutuhkan memiliki kelebihan, terkendali, memiliki kekuasaan dan tegas.
b.      Menyadari perasaanya  perasaan terluka, takut, marah, bersalah, mencintai, atau sex menjadi bagian respon setiap konselor dalam konseling. Kondisi perasaan itu akan banyak berpengaruh terhadap situasi hubungan konseling. Oleh karena itu, konselor harus menyadari dan mampu mengendalikanya selama konseling berlangsung.
c.       Menyadari apa yang membuat cemas selama konseling, dan cara yang harus dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Dalam konseling sering terjadi adanya pentanyaan atau serangan terhadap konselor yang dapat menimbulkan kecemasan seperti pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, seksual, moral, nilai-nilai teraputik, dsb. Konselor harus menyadari pertahanan yang dilakukan untuk menghindari kecemasan seperti:
ü  Pasif atau dominan
ü  Berharap konseli merasa bersalah dan menghentikan serangan
ü  Mengubah topik
ü  Segera menjadi non-direktif dan reflektif
ü  Mencaci , menyalahkan, atau menakut-nakuti
ü  Menggunakan contoh atau analogi untuk mengacaukan
“saya mengerti frustasi anda bersama saya. Saya juga akan bertindak hal yang sama jikaseseorang berkata kepada saya.... ”
Mengintelektualisasi
“perbolehkanlah saya mengerti bagaiman perasaan seksual anda terhadap saya”
Mengajarkan
“saya rasa anda akan lebih terluka daripada anda mara pada saya. Anda lihat apa yang dilakukan oleh jiwa kita apabila terluka adalah... ”
ü  Menggunakan humor,
ü  Mencegah timbulnya kecemasan hingga waktu yang lebih tepat.

d.      Menyadari kelebihan dan kekurangan diri  kesadaran akan kelebihan dan kekurangan diri akan membantu konselor dalam mengefektifkan hubungan konseling. Dengan kelebihanya, konselor dengan kelebihanya, konselor dapat meningkatkan wibawa dan pengaruhnya terhadap kpnseli, sementara kesadaran akan kelemahan mendorong konselor untuk senantiasa memperbaiki diri.

Satu halaman yang sering terjadi dalam mewujudkan pengetahuan tentang diri sendiri adalah konseor menggunakan pertahanan yang sama dilakukan oleh konseli dalammemandang dirinya dan pekerjaanya. Mereka cenderung tergesa-gesa memuji diri sendiri ketika berhasil dan cenderung mebyalahkan mana kala tidak memperoleh kemajuan dalam memotivasi konseli.

2.      Kompetensi (competence)
Kompeten diartikan bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Kompetensi ini angat penting bagi seorang konselor, karena konseli datang pada konselor untuk belajar dan mengembangkan kompetensi kebutuhan untuk mencapai hidup yang lebih baik dan efesien. Peran seorang konselor ialah untuk mengajarkan suatu kompeensi ini kepada konseli. Oleh karena itu makin banyak ompetensi yang dimiliki konselor, maka makin besar kemungkinan konselor dapat membantu konseli baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memperoleh kompetensi hidup.
Hal yang membedakan hubungan persahabat hal yang membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan konseling adalah adalah terletak pada kompetensi konselor. Konselor yang efektif memiliki kombinasi kompetensi penguatan akademik, kualitas kepribadian dan keterampilan membantu. Bila konselor tidak memiliki tiga kompetensi tersebut, maka hubungan koneling tidak ada bedanya dengan hubungan persahabatan. Kompetensi seorang konselor juga membangkitkan kepercayaan konseli dalam konseling. Semakin besar kepercayaan konseli terhadap konselor, makin besar kemungkinan konelor dapat membantu konseli secar efektif. Selain itu kompetensi konselor sangat penting unruk efensiensi penggunaan waktu konseling. Semakin kompetensi seorang konselor, maka maka konseling semakin memiliki tujuan yang spesifik dan metode pencapaianya dengan penggunaan eaktu yang efesien.
Konselor yang senantiasa berusaha lebih kopetensi memiliki ciri-ciri:
a.       Secara berkelanjutan senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuan tentang perilaku dan konseling antara lain dengan bacaan, menghadiri konferensi atau seminar, mengikuti pelatihan diskusidengan rekan sejawat
b.      Enantiasa mencari pengalaman-pengalaman hidup yang baru yang dapat membantunya meningkatkan kompetensi mempertajam keterampilanya
c.       Senantiasa mencoba berbagai gagasn dan pendekatan dalam konseling
d.      Senantiasa melakukan penilaian dalam setiap langkah konseling untuk mencapai keefektifan konseling.
Peningkatan kompetensi konselor sering terhambat oleh adanya mitos bahwa tingkatan akademik dan jumlah pengalaman akan secara otomatis menigkatkan kualitas seseorang menjadi konselor yang efektif.

3.      Kesehatan Psikologi yang Baik
Konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik memiliki kualitas sebagai berikut.
1.      Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan
2.      Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dimilki
3.      Menyadari kelemahan, atau keterbatasan kemampuan diri
4.      Menciptakan kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan secara nyaman.
Salah satu kendala yang timbul adalah konselor membiakan ketakutan dan ketidakpuasan atas kehidupan pribadinya menjadi suatu komunitas samaran (pseudocmmunity) dalam konseling. Dalam komunitas ini, mereka merasakan perasaan aman, kepuasan, dan merasa penting akan tetapi hanya bersfat samaran atau tidak menggambarkan keadaan yang sesngguhnya.

4.      Dapat dipercaya (trustworthtness)
Dapat dipercaya mepunyai makna bahwa konselor bukan ebagai satu ancaman bagi konseli dalam konseling tetapi sebagai pihak yang memberi rasa aman.Kualitas pribadi konselor yang dapat dipercaya sangat penting karena alasan sebagai berikut:
a.       Esensi tujuan konseling adalah mendorong konseli untuk mengmukakan masalah dirinya yang paling dalam
b.      Konseli dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor.
c.       Konseli yang mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkrmbang dalam dirinya sikap percaya diri.

Konselor yang dapat dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
a.       Memiliki pribadi yang konsisten
b.      Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapan maupun perbuatan
c.       Tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal
d.      Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak inkar janji, dan mau membantu secara penuh.
Satu hambatan utama dalam pewujudan kepercayaan terhadap konselor adalah gangguan yang berasal dari masalah lain yang dialami konselor. Misalnya ada kesibukan konselor dalam tugas-tugas lain sehingga mempengaruhi konsentrasi konselor dalam menepati waktu, tempat dsb. Konselor yang merupakan orang sibuk harus sangat berhati-hati akan khal ini.

5.       Kejujuran (honest)
Jujur yang dimaksud adalah konselor bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Karakteristik tersebut sangat penting karena :
Pertama  trsparansi atau keterbukaan memudahkan konselor dan konseli berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis,
Kedua kejujuran memungkinkan konselor untuk memberikan umpan balik yang belum diperhalus
Ketiga kejujuran konselor merupakan ajakan sejati kepada konseli untuk menjadi jujur
Keempat konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan cara-cara yang konstruktif
Konselor yang benar benar-benar memiliki kualitas :
a.       Memiliki konruensi dalam arti ada kesesuaian antara kualitas diri aktual atau nyata ()real self dengan penilaian pihak lain terhadap terhadap dirinya (public self)
b.      Menyatakan bahwa kejujuran dapat menimbulkan kecemasa konseli dan dapat dan mempersiapkan untuk menghadapinya
c.         Memiliki pemahaman yang jelas dan beralasan terhadap makna kejujuran
d.      Mengenal pentingnya menghubungkan antara kejujuran positif dan kejujuran negatif
Satu hambatan dalam memperoleh kejujuran konselor adalah adanya stress yang dialami oleh konselor. Oleh karena itu,konselor harus mengupayakan agar sedapat mungkin tetap bebas dari stress.

6.      Kekuatan atau daya (strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong konseli untuk mengatasi masalah, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
a.       Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling
b.      Besifat fleksibel
c.       Memiliki identitas diri yang jelas.

7.      Kehangatan (warmth)
Kehangatan mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Kehangatan pada umumnya dikomunikasikan dengan cara-cara non-verbal seperti tekanan suara, ekspresi mata mimik wajah dan isyarat badan. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena,
a.       Dapat mencairkan kebekuan suasana
b.      Mengundang untuk berbagi pengalaman emosional
c.       Memungkinkan konseli menjadi hangat dengan dirinya sendiri.

Konselor yang memiliki kehangatan, menunjukkan kualitas sebagai berikut:
a.       Mendapatkan kehangatan yang cukup dalam kehidupan pribadinya, sehingga mampu untuk berbagi dengan orang lain
b.      Mampu membedakn antara kehangatan dan kelembaban
c.       Tidak menakutkan dan membiarkan orang merasa nyaman dengan kehadiranya
d.      Memiliki sentuhan manusiawi yang mendalam terhadap kemanusiaan dirinya
Salah satu dari hambatan untuk menjadi konselor yang hangat adalah dengan mengintelektualkan pendekatan hidup. Konselor yang semacam ini salah memahami konsep “jarak profesional” dan termasuk didalamnya keharusan untuk menjaga jarak emosional mereka sendiri dengan konseli.

8.      Pendengar yang Aktif (active responsiveness)
Konselor secara dinamis terlibat dengan proses seluruh konseling. Menjadi pendegar aktif merupakan penengah antara prilaku hiperaktif yang menggangu dengan perilaku pasif dan kebingungan. Menjadi pendrngar yang aktif bagi konselor sangat penting karena;
a.       Menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian
b.      Merangsang dan memberanikan konseli untuk bereaksi secar spontan terhadap konselor
c.       Menimbulkan situasi yang mengajarkan
d.      Konseli membutuhkan gagasan-gagasan baru.

Konselor sebagi pendengar yang baik memiliki kualitas sebagai berikut:
a.       Mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalanganya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide perasaan, dan masalah yang sebenarnya bukan masalahnya
b.      Menantang konseli dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu
c.       Memperlakukan konseli dengan cari-cari yang dapat menimbulkan respon yang bermakna
d.      Berkeinginan untuk bertanggung jawab secara seimbang dengan konseli dalam konseling
Salah satu penghambat utama dalam menjadi pendengar yang aktif adalah ketakutan konselor dalam keterlibatannya, yang berarti lebih dekat dengan permsalahan, menjadi peka, membuat kesalahan-kesalahan dan sangat bertanggung jawab pada masalah yang dihadapinya.
   
9.      Kesabaran
Dalam konseling, konselor dapat membiarkan situasi-situasi berkembang secara alami, tanpa memasukkan gagasan-gagasan pribadi,perasaan, ataunilai-nilai secara prematur. Untuk itu, diperlukan kesabaran konselor. Karena hal itu memberikan peluang bagi konseli untuk berkembang dan memperoleh kemajuan dalam tahap-tahap secara alami. Konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan psikologis melebihi kondisi keterbatasan konseli. 
Konselor yang sabar memiliki kualitas sebagai berikut : 
a.       Memiliki toleransi terhadap ambiguitas( bermakna ganda) yang terjafi dalam konseling sebagai konsekuensi dari kompleksnya manusia
b.      Mampu berdampingan dengan konseli dan membiarkan untuk mengikuti arahannya sendiri meskipun mungkin konselor mengethaui adanya jalan yang lebih singkat.
c.       Tidak takut akan pemborosan waktu dalam minatnya terhadap pertumbuhan konseli
d.      Dapat mempertahankan tilikan dan pertanyaan yang akan disampaikan dalam sesi dan digunakan kemudian.
Satu hal yang sering menghambat konselor untuk sabar adalah kebutuhan untuk mencapai keberhasilan, sehingga dia tidak memfokuskan pada konseli akan tetapi akan lebih banyak bnerfokus pada car dan tujuan pesan yang diberikan pada konseli adalah “saya tidak peduli terhadap anda, apa yang anda dapat lakukan pada eg saya.”
  
10.  Kepekaan (sensitivity)
Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri konseli dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal itu akan memberikan rasa aman bagi konseli dan konseli akan lebih percaya diri manakal berkonultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
Konselor yang memiliki kepekaan menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
a.       Peka terhadap reaksi dirinya sendiri dalam konseling, membacanya decara reflek, terampil dan penuh perhatian sebagaimana dilakukan terhadap konseli
b.      Mengtahui bilamana, dimana, dan berapa lama melakukan penelusuran konseli
c.       Mengajukan pertanyaan dan mengaitkan informasi yang dipandang mengancam oleh konseli dengan cara-cara yang arif
d.      Peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya
Hal yang sering menghambat kepekaan konselor adalah kesadaran diri, yaitu konselor yang memutuskan kebutuhanya untuk keberhasilan, yang secara terus menerus merencanakan langkah selanjutnya dan yang memiliki kebiasaan melindungi diri sendiri terhadap ancaman.

11.  Kebebasan
Konselor yang memiliki kebebasan yang mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam kehidupan konseli, sambil meninggalkan kebebasan konseli untuk menolak pengaruh itu. Kebebasan konselor sangat penting peranya dalam konseling karena:
a.       Konselor akan memahami konseli lebih nyata
b.      Membawa konseli dalam hubungan yang lebih akrab
c.       Mengurangi keinginan untuk melawan
d.      Makin banyak kebebasan diciptakan dalam konseling, makin banyak kebebasan konseli dalam dirinya sendiri.
Kebebasan konselor nampak dalam kualitas sebagi berikut :
a.       Menempatkan nilai tinggi terhadap kebebasan dalam hidupnya
b.      Dapat membedakan antara manipulasi dan edukasi dalam konseling
c.       Memahami perbedaan antara kebebasan yang dangkal dengan yang sesungguhnya dan membantu konseli dalam konseling dengan menghargai perbedaan itu
d.      Mencoba dan menghargai kebebasan yang benar dalam hubungan konseling

12.  Kesadaran Holistik atau Utuh
Pendekatan holistik dalam konseling memiliki makna bahwa konselor menyadari keseluruhan orang (konselidan) tidak mendekatinya hanya dengan meneropong dari satu aspek tertentu saja. Ini tidak berarti konselor harus ahli dalam semua aspek akan tetapi mampu mendekati konseli dari berbagai dimensi yang saling terkait seperti fisik, emosonal,sosial, intelektual, sosial dan moral keagamaan. Pendekatan holistik dalam konseling ini sangat penting karena tidak bisa satu masalah dalam satu dimensi dirujuk pada dimensi lain, melainkan harus dilihat dalam satu keutuhan.  Dengan kesadaran holistikini konselor dapat mengurangi efek masalah yang sulit dipecahkan dalam satu dimensi dengan mem[perluas pertumbuhan dalam dimensi lain.
Konselor yang memiliki kesadaran holistik ditandai dengan :
a.       Sangat menyadari akan dimensi kepribadian dan komplekstas keterkaitanya.
b.      Mencari konsultasi secara tepat dan membuat rujukan secara cerdas
c.       Sangat akrab dan terbuka terhdap bebagai teori tentang perilaku dan bahkan mungkin memiliki teori sendiri
Suatu hal yang sering menghambat konselor untuk memiliki kesadaran holistik adalah kegelisahan konselor dan sifat kesombongan yang menonjol, yang tidak membiarkan mereka mengakui bahwa terdapat dimenzi seseorang tak memenuhi syarat, baik dari derajat akademis maupun pengalaman yang dihadapi.

C.     PROSES KONSELING
Proses konseling tidak hanya dilakukan sekali saja kan tetapi bersifat secara progresif melalui tahapa-tahapan tertentu dari tahap awal hingga tahap akhir. Secara umum konseling berjalan melalui tahap-tahap berikut ini :
1.      Pengembangan hubungan
2.      Asessmen masalah atau identifikasi masalah
3.      Perumusan tujuan
4.      Pemilihan dan implementasi strategi
5.      Evaluasi, terminasi dan tindak lanjut

Tahapan- tahapan konseling :
1.      Pengembangan hubungan
Pengembangan hubungan dimulai setelah konselor menerima konseli tanpa memperhatikan apakah dating dengan sukarela, melaui undangan atau rujukan  pihak ketiga. Pengembangan hubungan biasanya disebut sebagai aliansi teraupetik atau pengembangan komunikasi rapport.pengembangan hubungan untuk memecahkan masalah yang dialami konseli. Rapport mengimplikasikan suatu  bentuk hubungan  yang kondusif atau fasilitatif bagi proses pemecahan masalah dalam konseling.  Kondisi ini ditandai dengan kesediaan konseli untuk membuka diri. Pada pengembangan hubungan ini konsistensi sikap dan perilaku konselor merupakan suatu kualitas yang penting, karena hal ini akan menjadi suatu penilaian terhadap sikap dan perilaku konselor
2.      Asessmen
mengumpulkan dan mengolah informasi dengan menggunakan berbagai prosedur dan alat sebagai dasar untuk memahami konseli. Kompetensi yang dibutuhkan oleh konselor dalam melakukan asesmen adalah teknik dan prosedur yang pengumpulan data tes dan non tes serta teknik analisis statistik dan kualitatif. Selain itu konselor juga perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang berbagai perspektif teoritis tentang perilaku dan gangguan perilaku agar dapat mengembangkan hipotesis masalah konseli dengan tepat. Proses asesmen melibatkan beberapa ketrampilan khusus, termasuk didalamnya observasi, inkuiri, menghubungkan antara fakta-fakta, merekam informasi, dan mengembangkan hipotesis.
3.      Menetapkan dan merumuskan tujuan
Tujuan konseling merupakan bagian yang terpenting dari proses konseling, dimana agar dapat tercapainya apa yang diharapkan oleh konseli dari proses konseling. Dan juga bertujuan untuk sebagai tolak ukur untuk menetapkan keefektifan atau keberhasilan konseling.

Menurut Hackney & Cormier (2001) mengemukakan tiga macam keterampilan yang perlu dimiliki oleh konselor agar mampu menetapkan tujuan :
1)        Keterampilan inferensial : kemampuan untuk menangkap dengan jelas pesan - pesan konseli dan memikirkan sikap serta perilaku-perilaku alternatif yang tepat dalam proses konseling.
2)        Keterampilan untuk mendeferensiasikan yakni kemampuan untuk membedakan antara tujuan jangka panjang (intermediet goal) dan tujuan jangka pendek (immediate goal).
3)        Kemampuan untuk membantu konseli agar dapat berfikir secara relistik dan menetapkan tujuan – tujuan
4.      Pemilihan dan implementasi strategi intervensi
Setelah tujuan dirumuskan barulah ke tahap selanjutnya yaitu memilih dan mengimplementasikanteknik atau strategi yang ingin digunakan untuk proses konseling nanti. Strategi merupakan suatu rencana tindakan untuk membantu konseli mencapai tujuan atau melakukan perubahan perilaku yang diinginkan konseli.

Strategi intervensi dapat dirancang atas dasar :
Ø  Pendekatan afektif (strategi - strategi yang berorientasi afektif)
Ø  Pendekatan kognitif (strategi - strategi yang berorientasi kognitif),
Ø  Pendekatan perilaku (strategi - strategi yang berorientasi perilaku), dan
Ø  Pendekatan sistem (strategi yang dirancang berdasarkan pendekatan sistem).

             Untuk dapat memilih strategi secara tepat, konselor harus memiliki pengetahuan yang luas tentang gangguan perilaku serta gejala - gejalanya dan berbagai orientasi teoritik konseling.

6.      Evaluasi, terminasi dan tindak lanjut.
             Tahap terakhir dari proses konseling adalah tahap evaluasi . Di tahap evaluasi di akan menentukan kapan konseling dapat diakhiri dan kapan rencana tindakan (strategi) perlu diubah atau di modifikasi dan bisa juga sampai ke tindak lanjut. Hasil informasi selalu memberikan informasi yang dapat digunakan oleh koselor untuk menimbang keterlaksaan dari komponen-komponen strategi dan hasil - hasil yang dicapai
             Melalui evaluasi hasil konselor memperoleh informasi untuk menetapkan hasil - hasil atau keefektifan strategi. Beberapa bentuk tindak lanjut antara lain: pertimbangan tentang apakah konseling dihentikan, apakah konseling dulanjutkan dengan strategi lain atau apakah dialih tangan kan ke konselor yang lebih ahli.

Agar pelaksanaan tahapan - tahapan konseling bisa berhasil konselor perlu memiliki keterampilan konseptual (penguasaan teori - teori), keterampilan interpersonal dan keterampilan teknis.

sumber :

Surya, Mohamad. 2003. Psikologi Konseling. Pustaka Bani Quraisy: Bandungg



Tidak ada komentar: