Ditulis
oleh; Wahid Suharmawan
A.
PRIBADI KONSELOR
Koselor dan peneliti sependapat bahwa
kepribadian konselor merupakan faktor yang paling penting
dalam konseing. Seperti yang dinyatakan Perez, “temuan penelitian
menunjukkan bahwa pengalaman, orentasi teoris dan teknik yang digunakan
bukanlah penentu utam dalam keefektifan seorang terapis, akan tetapi kualitas
pribadi konselor, bukan pendidikan dan pelatihanya sebagai kriteria dalam
evaluasi keefektifannya. ”
Di antara kompetensi konselor, yang paling
penting adalah kualitas pribadi konselor karena konselor sebagai
pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan berarti
serta membangun hubungan antarpribadi (interpersonal) yang
unik dan harmonis, dinamis, persuasif dan kreatif sehingga menjadi motor
penggerak keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal
ini, Corey (1986: 358-361), menyatakan “alat” yang paling penting untuk dipakai
dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (our
self as a person). Pada bagian dari tulisannya itu, ia tidak ragu-ragu
mengatakan bahwa “... para konselor hendaknya mengalami sebagai konseli pada
suatu saat, karena pengenalan terhadap diri sendiri bisa meinaikkan
tingkat kesadaran (self awarness)”konselor.
Brammer (1979: 4) mendeskripsikan kualifikasi konselor
sekolah sebagai pribadi memiliki sifat-sifat dan sumber kepribadian seperti
memiliki perhatian pada orang lain, bertanggung jawab, empati, sensitivitas dan
sebagainnya.Menurut Furqon (2001) ditemukan bahwa konselor sekurang-kurangnya perlu
memiliki tiga kompetensi, di samping perlu dukungan kondisi yang kontekstual
dan lingkungan, yaitu kompetensi pribadi (personal competencies),
kompetensi inti (core competencies), dan kompetensi pendukung (supporting
competencies).
Kompetensi pribadi (personal
competencies) merujuk kepada kualitas pribadi konselor yang
berkenaan dengan kemampuan untuk membina hubungan baik antarpribadi (rapport)
secara sehat, etos kerja dan komitmen profesional, landasan etik dan moral
dalam berperilaku, dorongan dan semangat untuk mengembangkan diri, serta
berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah.
Pribadi konselor merupakan ‘instrumen’
yang menentukan bagi adanya hasil yang positif dalam proses konseling. Kondisi
ini akan didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam
berkomunikasi dengan konselinya. Pemaduan secara harmonis dua instrumen ini
(pribadi dan keterampilan) akan memperbesar peluang keberhasilan konselor.
Untuk dapat melaksanakan
peranan profesional yang unikdan terciptanya layanan bimbingan dan
konseling secara efektif,sebagaimana adanya tuntutan profesi, konselor harus
memilikikualitas pribadi. Keberhasilan konseling lebih tergantung
pada kualitas pribadi konselor dibandingkan kecermatan teknik. Mengenai ini,
Tyler (1969) menyatakan: “…success in counseling depend more upon
personal qualities than upon correct use of specified techniques”. Pribadi
konselor yang amat penting mendukung efektivitas perannya adalah pribadi yang
altuistis (rela berkorban) untuk kepentingan konseli.
Kepribadian konselor merupakan titik tumpu
yang berfungsi sebagai peyeimbangan antara pengetahuan mengenai dinamika
perilaku dan teraputik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan
keterampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh pada
perubahan perilaku positif dalam konseling. Namun, ketika titik tumpu ini
lemah, yaitu dalam keadaan kepribadian konselor tidak banyak membantu, maka
pengetahuan dan keterampilan konselor tidak akan efektif digunakan, atau akan
digunakan dalam cara-cara merusak. Kualitas kepribadian konselor, pengetahuan
mengenai perilaku, dan keterampilan konseling, masing-masing tidak dapat saling
mengantikan. Kpribadian yang baik tetapi dengan kekurangan pengetahuan dan
keterampilan ibarat seorang supir yang mengendarai mobil tidak aman.
Keyakinan bahwa kepribadian konselor
merupakan kunci yang berpengaruh dalam hubungan konseling, akan tetapi kepribadian
konselor tidak dapat mengganti kekurangan pengetahuan tentang perilaku dan
keterampilan teraputik. Pembentukan kualitas pribadi tidak sama dengan proses
perolehan pengetahuan tentang perilaku dan keterampilan teraputik. Kualitas
kepribadian berkembang dari perpaduan yang terjadi terus-menerus antara
genetika, komsitusi, pengaruh lingkungan dan cara-cara unik orang dalam
memadukan semua itu sehingga menjadi pribadi yang khas.
Pendidikan dan pelatihan lanjut lebih
berpengaruh pada pertumbuhan secara kuantitatif dari pada kualitatif. Atau
dengan kata lain, pendidikan dan pelatihan tidak banyak dapat membantu orang
untuk berkembang menjadi dirinya
sendiri.
Menjadi
konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal
konseli, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses
konseling. Membangun hubungan konseling (counseling relationship) sangat
penting dan menentukan dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat
membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun konseli, tidak
memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses konseling.
B.
KUALITAS KONSELOR
Pembahasan
mengenai kualitas konselor mencakup alasan pentingnya kualitas itu bagi
konseling, deskripsi mengenai bagaimana kualitas itu dimanefestasikan, dan
hambatan-hambatan dalam mewujudkan kualitas itu. Berikut ini akan dikemukakan
bebrapa karakteristik kualitas kepribadian konselor yang terkait dengan
keefektifan konseling.
1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (self-knowledgei)
Self
awareness berarti bahwa konselor memehami
dirinya dengan baik, memahami secara pasti apa yang akan dilakukan, mengapa
dilakukan, dan masalah apa yang harus diselesaikan. Pentingnya pemahaman diri
bagi konselor diantaranya sebagai berikut.
a. Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang
dirinya. cenderung akan memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain
b. Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka
dia akan terampil memahami orang lain
c. Konselor yang memahami dirinya akan mampu mengajarkan
cara memahami diri kepada orang lain
d. Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk
dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses
konseling berlangsung.
Kualitas
konselor yang tinggi tingkat pengetahuanya terhadap diri sendiri, menunjukkan karakter
sebagai berikut :
a. Menyadari kebutuhanya sebagai konselor, harus mengenal bahwa mereka
menyadari akan kebutuhan yang harus dicapai, seperti merasa penting, merasa
dibutuhkan memiliki kelebihan, terkendali, memiliki kekuasaan dan tegas.
b. Menyadari perasaanya perasaan terluka, takut, marah, bersalah,
mencintai, atau sex menjadi bagian respon setiap konselor dalam konseling.
Kondisi perasaan itu akan banyak berpengaruh terhadap situasi hubungan
konseling. Oleh karena itu, konselor harus menyadari dan mampu mengendalikanya
selama konseling berlangsung.
c. Menyadari apa yang membuat cemas selama konseling, dan
cara yang harus dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Dalam konseling sering terjadi adanya pentanyaan
atau serangan terhadap konselor yang dapat menimbulkan kecemasan seperti
pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, seksual, moral, nilai-nilai
teraputik, dsb. Konselor harus menyadari pertahanan yang dilakukan untuk
menghindari kecemasan seperti:
ü Pasif atau dominan
ü Berharap konseli merasa bersalah dan menghentikan
serangan
ü Mengubah topik
ü Segera menjadi non-direktif dan reflektif
ü Mencaci , menyalahkan, atau menakut-nakuti
ü Menggunakan contoh atau analogi untuk mengacaukan
“saya mengerti frustasi anda bersama saya. Saya juga
akan bertindak hal yang sama jikaseseorang berkata kepada saya.... ”
Mengintelektualisasi
“perbolehkanlah saya mengerti bagaiman perasaan
seksual anda terhadap saya”
Mengajarkan
“saya rasa anda akan lebih terluka daripada anda mara
pada saya. Anda lihat apa yang dilakukan oleh jiwa kita apabila terluka
adalah... ”
ü Menggunakan humor,
ü Mencegah timbulnya kecemasan hingga waktu yang lebih
tepat.
d. Menyadari kelebihan dan kekurangan diri kesadaran akan kelebihan dan kekurangan
diri akan membantu konselor dalam mengefektifkan hubungan konseling. Dengan
kelebihanya, konselor dengan kelebihanya, konselor dapat meningkatkan wibawa
dan pengaruhnya terhadap kpnseli, sementara kesadaran akan kelemahan mendorong
konselor untuk senantiasa memperbaiki diri.
Satu
halaman yang sering terjadi dalam mewujudkan pengetahuan tentang diri sendiri
adalah konseor menggunakan pertahanan yang sama dilakukan oleh konseli
dalammemandang dirinya dan pekerjaanya. Mereka cenderung tergesa-gesa memuji
diri sendiri ketika berhasil dan cenderung mebyalahkan mana kala tidak
memperoleh kemajuan dalam memotivasi konseli.
2. Kompetensi (competence)
Kompeten
diartikan bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional,
social, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Kompetensi ini angat
penting bagi seorang konselor, karena konseli datang pada konselor untuk
belajar dan mengembangkan kompetensi kebutuhan untuk mencapai hidup yang lebih
baik dan efesien. Peran seorang konselor ialah untuk mengajarkan suatu
kompeensi ini kepada konseli. Oleh karena itu makin banyak ompetensi yang
dimiliki konselor, maka makin besar kemungkinan konselor dapat membantu konseli
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memperoleh kompetensi hidup.
Hal
yang membedakan hubungan persahabat hal yang membedakan hubungan persahabatan
dengan hubungan konseling adalah adalah terletak pada kompetensi konselor.
Konselor yang efektif memiliki kombinasi kompetensi penguatan akademik, kualitas
kepribadian dan keterampilan membantu. Bila konselor tidak memiliki tiga
kompetensi tersebut, maka hubungan koneling tidak ada bedanya dengan hubungan
persahabatan. Kompetensi seorang konselor juga membangkitkan kepercayaan
konseli dalam konseling. Semakin besar kepercayaan konseli terhadap konselor,
makin besar kemungkinan konelor dapat membantu konseli secar efektif. Selain
itu kompetensi konselor sangat penting unruk efensiensi penggunaan waktu
konseling. Semakin kompetensi seorang konselor, maka maka konseling semakin
memiliki tujuan yang spesifik dan metode pencapaianya dengan penggunaan eaktu
yang efesien.
Konselor
yang senantiasa berusaha lebih kopetensi memiliki ciri-ciri:
a. Secara berkelanjutan senantiasa berusaha meningkatkan
pengetahuan tentang perilaku dan konseling antara lain dengan bacaan,
menghadiri konferensi atau seminar, mengikuti pelatihan diskusidengan rekan
sejawat
b. Enantiasa mencari pengalaman-pengalaman hidup yang
baru yang dapat membantunya meningkatkan kompetensi mempertajam keterampilanya
c. Senantiasa mencoba berbagai gagasn dan pendekatan
dalam konseling
d. Senantiasa melakukan penilaian dalam setiap langkah
konseling untuk mencapai keefektifan konseling.
Peningkatan kompetensi konselor sering terhambat oleh
adanya mitos bahwa tingkatan akademik dan jumlah pengalaman akan secara
otomatis menigkatkan kualitas seseorang menjadi konselor yang efektif.
3. Kesehatan Psikologi yang Baik
Konselor
yang memiliki kesehatan psikologis yang baik memiliki kualitas sebagai berikut.
1. Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta,
kekuatan
2. Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dimilki
3. Menyadari kelemahan, atau keterbatasan kemampuan diri
4. Menciptakan kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat
menikmati kehidupan secara nyaman.
Salah satu kendala yang timbul adalah
konselor membiakan ketakutan dan ketidakpuasan atas kehidupan pribadinya
menjadi suatu komunitas samaran (pseudocmmunity) dalam konseling. Dalam
komunitas ini, mereka merasakan perasaan aman, kepuasan, dan merasa penting
akan tetapi hanya bersfat samaran atau tidak menggambarkan keadaan yang
sesngguhnya.
4. Dapat dipercaya (trustworthtness)
Dapat dipercaya mepunyai makna bahwa konselor bukan
ebagai satu ancaman bagi konseli dalam konseling tetapi sebagai pihak yang
memberi rasa aman.Kualitas pribadi konselor yang dapat dipercaya sangat penting
karena alasan sebagai berikut:
a. Esensi tujuan konseling adalah mendorong konseli untuk
mengmukakan masalah dirinya yang paling dalam
b. Konseli dalam konseling perlu mempercayai karakter dan
motivasi konselor.
c. Konseli yang mendapat penerimaan dan kepercayaan dari
konselor, maka akan berkrmbang dalam dirinya sikap percaya diri.
Konselor
yang dapat dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai
berikut.
a. Memiliki pribadi yang konsisten
b. Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapan maupun
perbuatan
c. Tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal
d. Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara
utuh, tidak inkar janji, dan mau membantu secara penuh.
Satu
hambatan utama dalam pewujudan kepercayaan terhadap konselor adalah gangguan
yang berasal dari masalah lain yang dialami konselor. Misalnya ada kesibukan
konselor dalam tugas-tugas lain sehingga mempengaruhi konsentrasi konselor
dalam menepati waktu, tempat dsb. Konselor yang merupakan orang sibuk harus
sangat berhati-hati akan khal ini.
5. Kejujuran (honest)
Jujur
yang dimaksud adalah konselor bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli
(genuine). Karakteristik tersebut sangat penting karena :
Pertama trsparansi atau keterbukaan memudahkan
konselor dan konseli berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis,
Kedua kejujuran memungkinkan konselor untuk memberikan umpan
balik yang belum diperhalus
Ketiga kejujuran konselor merupakan ajakan sejati kepada konseli
untuk menjadi jujur
Keempat konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia
jujur dengan cara-cara yang konstruktif
Konselor
yang benar benar-benar memiliki kualitas :
a. Memiliki konruensi dalam arti ada kesesuaian antara
kualitas diri aktual atau nyata ()real self dengan penilaian pihak lain
terhadap terhadap dirinya (public self)
b. Menyatakan bahwa kejujuran dapat menimbulkan kecemasa
konseli dan dapat dan mempersiapkan untuk menghadapinya
c. Memiliki pemahaman yang jelas dan
beralasan terhadap makna kejujuran
d. Mengenal pentingnya menghubungkan antara kejujuran
positif dan kejujuran negatif
Satu hambatan dalam memperoleh kejujuran
konselor adalah adanya stress yang dialami oleh konselor. Oleh karena
itu,konselor harus mengupayakan agar sedapat mungkin tetap bebas dari stress.
6. Kekuatan atau daya (strength)
Kekuatan
atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu
konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai orang yang (a)
tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong konseli untuk mengatasi
masalah, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
Konselor
yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku
sebagai berikut.
a. Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam
konseling
b. Besifat fleksibel
c. Memiliki identitas diri yang jelas.
7. Kehangatan (warmth)
Kehangatan
mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu pihak yang ramah, peduli, dan
dapat menghibur orang lain. Kehangatan pada umumnya dikomunikasikan dengan
cara-cara non-verbal seperti tekanan suara, ekspresi mata mimik wajah dan
isyarat badan. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena,
a. Dapat mencairkan kebekuan suasana
b. Mengundang untuk berbagi pengalaman emosional
c. Memungkinkan konseli menjadi hangat dengan dirinya sendiri.
Konselor yang memiliki kehangatan,
menunjukkan kualitas sebagai berikut:
a. Mendapatkan kehangatan yang cukup dalam kehidupan
pribadinya, sehingga mampu untuk berbagi dengan orang lain
b. Mampu membedakn antara kehangatan dan kelembaban
c. Tidak menakutkan dan membiarkan orang merasa nyaman
dengan kehadiranya
d. Memiliki sentuhan manusiawi yang mendalam terhadap
kemanusiaan dirinya
Salah
satu dari hambatan untuk menjadi konselor yang hangat adalah dengan
mengintelektualkan pendekatan hidup. Konselor yang semacam ini salah memahami
konsep “jarak profesional” dan termasuk didalamnya keharusan untuk menjaga
jarak emosional mereka sendiri dengan konseli.
8. Pendengar yang Aktif (active responsiveness)
Konselor
secara dinamis terlibat dengan proses seluruh konseling. Menjadi pendegar aktif
merupakan penengah antara prilaku hiperaktif yang menggangu dengan perilaku
pasif dan kebingungan. Menjadi pendrngar yang aktif bagi konselor sangat
penting karena;
a. Menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian
b. Merangsang dan memberanikan konseli untuk bereaksi
secar spontan terhadap konselor
c. Menimbulkan situasi yang mengajarkan
d. Konseli membutuhkan gagasan-gagasan baru.
Konselor sebagi pendengar yang baik
memiliki kualitas sebagai berikut:
a. Mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari
kalanganya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide perasaan, dan masalah yang
sebenarnya bukan masalahnya
b. Menantang konseli dalam konseling dengan cara-cara
yang bersifat membantu
c. Memperlakukan konseli dengan cari-cari yang dapat
menimbulkan respon yang bermakna
d. Berkeinginan untuk bertanggung jawab secara seimbang
dengan konseli dalam konseling
Salah satu penghambat utama dalam menjadi
pendengar yang aktif adalah ketakutan konselor dalam keterlibatannya, yang
berarti lebih dekat dengan permsalahan, menjadi peka, membuat
kesalahan-kesalahan dan sangat bertanggung jawab pada masalah yang dihadapinya.
9. Kesabaran
Dalam
konseling, konselor dapat membiarkan situasi-situasi berkembang secara alami,
tanpa memasukkan gagasan-gagasan pribadi,perasaan, ataunilai-nilai secara
prematur. Untuk itu, diperlukan kesabaran konselor. Karena hal itu memberikan
peluang bagi konseli untuk berkembang dan memperoleh kemajuan dalam tahap-tahap
secara alami. Konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan
psikologis melebihi kondisi keterbatasan konseli.
Konselor
yang sabar memiliki kualitas sebagai berikut :
a. Memiliki toleransi terhadap ambiguitas( bermakna
ganda) yang terjafi dalam konseling sebagai konsekuensi dari kompleksnya
manusia
b. Mampu berdampingan dengan konseli dan membiarkan untuk
mengikuti arahannya sendiri meskipun mungkin konselor mengethaui adanya jalan
yang lebih singkat.
c. Tidak takut akan pemborosan waktu dalam minatnya
terhadap pertumbuhan konseli
d. Dapat mempertahankan tilikan dan pertanyaan yang akan
disampaikan dalam sesi dan digunakan kemudian.
Satu hal yang sering menghambat konselor
untuk sabar adalah kebutuhan untuk mencapai keberhasilan, sehingga dia tidak
memfokuskan pada konseli akan tetapi akan lebih banyak bnerfokus pada car dan
tujuan pesan yang diberikan pada konseli adalah “saya tidak peduli terhadap
anda, apa yang anda dapat lakukan pada eg saya.”
10. Kepekaan
(sensitivity)
Kepekaan
mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam
diri konseli dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam
konseling karena hal itu akan memberikan rasa aman bagi konseli dan konseli
akan lebih percaya diri manakal berkonultasi dengan konselor yang memiliki
kepekaan.
Konselor
yang memiliki kepekaan menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
a. Peka terhadap reaksi dirinya sendiri dalam konseling,
membacanya decara reflek, terampil dan penuh perhatian sebagaimana dilakukan
terhadap konseli
b. Mengtahui bilamana, dimana, dan berapa lama melakukan
penelusuran konseli
c. Mengajukan pertanyaan dan mengaitkan informasi yang
dipandang mengancam oleh konseli dengan cara-cara yang arif
d. Peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam
dirinya
Hal yang sering menghambat kepekaan
konselor adalah kesadaran diri, yaitu konselor yang memutuskan kebutuhanya
untuk keberhasilan, yang secara terus menerus merencanakan langkah selanjutnya
dan yang memiliki kebiasaan melindungi diri sendiri terhadap ancaman.
11. Kebebasan
Konselor
yang memiliki kebebasan yang mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam
kehidupan konseli, sambil meninggalkan kebebasan konseli untuk menolak pengaruh
itu. Kebebasan konselor sangat penting peranya dalam konseling karena:
a. Konselor akan memahami konseli lebih nyata
b. Membawa konseli dalam hubungan yang lebih akrab
c. Mengurangi keinginan untuk melawan
d. Makin banyak kebebasan diciptakan dalam konseling,
makin banyak kebebasan konseli dalam dirinya sendiri.
Kebebasan konselor nampak dalam kualitas sebagi
berikut :
a. Menempatkan nilai tinggi terhadap kebebasan dalam
hidupnya
b. Dapat membedakan antara manipulasi dan edukasi dalam
konseling
c. Memahami perbedaan antara kebebasan yang dangkal
dengan yang sesungguhnya dan membantu konseli dalam konseling dengan menghargai
perbedaan itu
d. Mencoba dan menghargai kebebasan yang benar dalam
hubungan konseling
12. Kesadaran
Holistik atau Utuh
Pendekatan
holistik dalam konseling memiliki makna bahwa konselor menyadari keseluruhan
orang (konselidan) tidak mendekatinya hanya dengan meneropong dari satu aspek
tertentu saja. Ini tidak berarti konselor harus ahli dalam semua aspek akan
tetapi mampu mendekati konseli dari berbagai dimensi yang saling terkait
seperti fisik, emosonal,sosial, intelektual, sosial dan moral keagamaan.
Pendekatan holistik dalam konseling ini sangat penting karena tidak bisa satu
masalah dalam satu dimensi dirujuk pada dimensi lain, melainkan harus dilihat
dalam satu keutuhan. Dengan kesadaran holistikini konselor dapat
mengurangi efek masalah yang sulit dipecahkan dalam satu dimensi dengan
mem[perluas pertumbuhan dalam dimensi lain.
Konselor
yang memiliki kesadaran holistik ditandai dengan :
a. Sangat menyadari akan dimensi kepribadian dan
komplekstas keterkaitanya.
b. Mencari konsultasi secara tepat dan membuat rujukan
secara cerdas
c. Sangat akrab dan terbuka terhdap bebagai teori tentang
perilaku dan bahkan mungkin memiliki teori sendiri
Suatu hal yang sering menghambat konselor
untuk memiliki kesadaran holistik adalah kegelisahan konselor dan sifat
kesombongan yang menonjol, yang tidak membiarkan mereka mengakui bahwa terdapat
dimenzi seseorang tak memenuhi syarat, baik dari derajat akademis maupun
pengalaman yang dihadapi.
C. PROSES KONSELING
Proses
konseling tidak hanya dilakukan sekali saja kan tetapi bersifat secara
progresif melalui tahapa-tahapan tertentu dari tahap awal hingga tahap akhir.
Secara umum konseling berjalan melalui tahap-tahap berikut ini :
1. Pengembangan hubungan
2. Asessmen masalah atau identifikasi masalah
3. Perumusan tujuan
4. Pemilihan dan implementasi strategi
5. Evaluasi, terminasi dan tindak lanjut
Tahapan-
tahapan konseling :
1. Pengembangan hubungan
Pengembangan hubungan dimulai setelah
konselor menerima konseli tanpa memperhatikan apakah dating dengan sukarela,
melaui undangan atau rujukan pihak ketiga. Pengembangan hubungan biasanya disebut sebagai
aliansi teraupetik atau pengembangan komunikasi rapport.pengembangan hubungan
untuk memecahkan masalah yang dialami konseli. Rapport mengimplikasikan
suatu bentuk hubungan yang kondusif atau fasilitatif bagi
proses pemecahan masalah dalam konseling. Kondisi ini ditandai
dengan kesediaan konseli untuk membuka diri. Pada pengembangan hubungan ini
konsistensi sikap dan perilaku konselor merupakan suatu kualitas yang penting,
karena hal ini akan menjadi suatu penilaian terhadap sikap dan perilaku
konselor
2. Asessmen
mengumpulkan dan mengolah informasi dengan
menggunakan berbagai prosedur dan alat sebagai dasar untuk memahami konseli.
Kompetensi yang dibutuhkan oleh konselor dalam melakukan asesmen adalah teknik
dan prosedur yang pengumpulan data tes dan non tes serta teknik analisis
statistik dan kualitatif. Selain itu konselor juga perlu memiliki pengetahuan
yang baik tentang berbagai perspektif teoritis tentang perilaku dan gangguan
perilaku agar dapat mengembangkan hipotesis masalah konseli dengan tepat.
Proses asesmen melibatkan beberapa ketrampilan khusus, termasuk didalamnya observasi,
inkuiri, menghubungkan antara fakta-fakta, merekam informasi, dan mengembangkan
hipotesis.
3. Menetapkan dan merumuskan tujuan
Tujuan konseling merupakan bagian yang
terpenting dari proses konseling, dimana agar dapat tercapainya apa yang
diharapkan oleh konseli dari proses konseling. Dan juga bertujuan untuk sebagai
tolak ukur untuk menetapkan keefektifan atau keberhasilan konseling.
Menurut
Hackney & Cormier (2001) mengemukakan tiga macam keterampilan yang perlu
dimiliki oleh konselor agar mampu menetapkan tujuan :
1) Keterampilan inferensial : kemampuan untuk menangkap
dengan jelas pesan - pesan konseli dan memikirkan sikap serta perilaku-perilaku
alternatif yang tepat dalam proses konseling.
2) Keterampilan untuk mendeferensiasikan yakni kemampuan
untuk membedakan antara tujuan jangka panjang (intermediet goal) dan tujuan
jangka pendek (immediate goal).
3) Kemampuan untuk membantu konseli agar dapat berfikir
secara relistik dan menetapkan tujuan – tujuan
4. Pemilihan dan implementasi strategi intervensi
Setelah tujuan dirumuskan barulah ke tahap selanjutnya
yaitu memilih dan mengimplementasikanteknik atau strategi yang ingin digunakan
untuk proses konseling nanti. Strategi merupakan suatu rencana tindakan untuk
membantu konseli mencapai tujuan atau melakukan perubahan perilaku yang
diinginkan konseli.
Strategi intervensi dapat dirancang atas
dasar :
Ø Pendekatan afektif (strategi - strategi yang
berorientasi afektif)
Ø Pendekatan kognitif (strategi - strategi yang
berorientasi kognitif),
Ø Pendekatan perilaku (strategi - strategi yang
berorientasi perilaku), dan
Ø Pendekatan sistem (strategi yang dirancang berdasarkan
pendekatan sistem).
Untuk
dapat memilih strategi secara tepat, konselor harus memiliki pengetahuan yang
luas tentang gangguan perilaku serta gejala - gejalanya dan berbagai orientasi
teoritik konseling.
6. Evaluasi, terminasi dan tindak lanjut.
Tahap
terakhir dari proses konseling adalah tahap evaluasi . Di tahap evaluasi di
akan menentukan kapan konseling dapat diakhiri dan kapan rencana tindakan
(strategi) perlu diubah atau di modifikasi dan bisa juga sampai ke tindak
lanjut. Hasil informasi selalu memberikan informasi yang dapat digunakan oleh
koselor untuk menimbang keterlaksaan dari komponen-komponen strategi dan hasil
- hasil yang dicapai
Melalui
evaluasi hasil konselor memperoleh informasi untuk menetapkan hasil - hasil
atau keefektifan strategi. Beberapa bentuk tindak lanjut antara lain:
pertimbangan tentang apakah konseling dihentikan, apakah konseling dulanjutkan
dengan strategi lain atau apakah dialih tangan kan ke konselor yang lebih ahli.
Agar
pelaksanaan tahapan - tahapan konseling bisa berhasil konselor perlu memiliki
keterampilan konseptual (penguasaan teori - teori), keterampilan interpersonal
dan keterampilan teknis.
sumber :
Surya, Mohamad. 2003. Psikologi
Konseling. Pustaka Bani Quraisy: Bandungg
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar