Ditulis Oleh: Wahid
Suharmawan
Kode
etik merupakan seperangkat aturan atau kaidah – kaidah, nilai-nilai yang
mengatur segala perilaku (tindakan dan perbuatan serta perkataan) suatu profesi
atau organisasi bagi para anggotanya.
Kode etik profesi merupakan salah satu aspek standarisasi profesi BK sebagai
kesepakatan profesional mengenai rujukan etika perilaku. Pekerjaan bimbingan
dan konseling tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang berlaku. Atas dasar nilai
yang dianut oleh Pembimbing/konselor dan terbimbing/klien, maka kegiatan
layanan bimbingan dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan atas
keputusan-keputusan yang berlandaskan nilai-nilai. Para pembimbing/konselor
seyogianya berfikir dan bertindak atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan
profesional, dan prosedur yang legal. Dalam hubungan inilah para
pembimbing/konselor seharusnya memahami dasar-dasar kode etik bimbingan dan
konseling. Etika konseling berarti suatu aturan yang harus dilakukan oleh
seorang konselor dan hak-hak klien yang harus dilindungi oleh seorang konselor.
Ada empat etika yang penting:
1.Profesional Responsibility. Selama proses konseling
berlangsung, seorang konselor harus bertanggung jawab terhadap kliennya dan
dirinya sendiri. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Responding
fully, artinya konselor harus bertanggung
jawab untuk memberi perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling.
Terminating
appropriately. Kita
harus bisa melakukan terminasi (menghentikan proses konseling) secara tepat.
Evaluating
the relationship. Relasi
antara konselor dan klien haruslah relasi yang terapeutik namun tidak
menghilangkan yang personal.
Counselor’s
responsibility to themselves.
Konselor harus dapat membangun kehidupannya sendiri secara sehat sehingga ia
sehat secara spiritual, emosional dan fisikal.
2.
Confidentiality.
Konselor harus menjaga kerahasiaan klien.
Ada
beberapa hal yang perlu penjelasan dalam etika ini, yaitu yang dinamakan previleged
communication.Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk
membuka percakapannya dengan klien, namun untuk kasus-kasus yang dibawa ke
pengadilan, hal seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika itu sendiri.
Dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute.
3.
Conveying Relevant Information to The Person In Counseling. Maksudnya klien berhak mendapatkan
informasi mengenai konseling yang akan mereka jalani.
Informasi
tersebut adalah:
Counselor
qualifications: konselor
harus memberikan informasi tentang kualifikasi atau keahlian yang ia miliki.
Counseling
consequences : konselor
harus memberikan informasi tentang hasil yang dicapai dalam konseling dan efek
samping dari konseling
Time
involved in counseling:
konselor harus memberikan informasi kepada klien berapa lama proses konseling
yang akan dijalani oleh klien. Konselor harus bisa memprediksikan setiap kasus
membutuhkan berapa kali pertemuan. Misalnya konselor dan klien bertemu
seminggu sekali selama 15 kali, kemudian sebulan sekali, dan setahun sekali.
Alternative
to counseling: konselor
harus memberikan informasi kepada klien bahwa konseling bukanlah satu-satunya
jalan untuk sembuh, ada faktor lain yang berperan dalam penyembuhan, misalnya:
motivasi klien, natur dari problem, dll.
4.
The Counselor Influence.
Konselor mempunyai pengaruh yang besar dalam relasi konseling, sehingga ada
beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi proses
konseling dan mengurangi efektifitas konseling.
Hal-hal
tersebut adalah:
- The counselor needs : kebutuhan-kebutuhan pribadi
seorang konselor perlu dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu
efektifitas konseling.
- Authority: pengalaman konselor dengan
figur otoritas juga perlu diwaspadai karena akan mempengaruhi proses
konseling jika kliennya juga figur otoritas.
- Sexuality: konselor yang mempunyai
masalah seksualitas yang belum terselesaikan akan mempengaruhi pemilihan
klien, terjadinya bias dalam konseling, dan resistance atau negative
transference.
- The counselor `s moral and
religius values:
nilai moral dan religius yang dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi
konselor terhadap klien yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ia
pegang.
Konseling
merupakan proses bantuan yang sifatnya profesional. Setiap pekerjaan yang
sifatnya profesional tentu memiliki seperangkat aturan atau pedoman yang
mengatur arah dan gerak dari pekerjaan profesi tersebut. Hal ini sering disebut
etika. Konselor sebagai pelaksana dari pekerjaan konseling juga terikat dengan
etika. Etika merupakan standard tingkah laku seseorang, atau sekelompok orang
yang didasarkan atas nilai-nilai yang disepakati. Ada beberapa aspek dalam
membahas etika konseling antara lain:
- Aspek kesukarelaan
- Aspek Kerahasiaan
- Aspek Keputusan Oleh Klien
Sendiri
- Aspek Sosial Budaya
Hubungan
konselor dan klien adalah hubungan yang menyembuhkan. Sekalipun profesional,
kita tidak boleh menghilangkan relasi personal, misalnya berelasi sebagai
teman. Kita harus mengetahui batasnya. Jika relasi kita sebatas personal, kita
hanya menjadi pendengar curahan hati. Relasi antara konselor dan klien tidak
boleh terlalu personal yang menjadikan klien “over dependent”, atau terjadi
relasi yang saling memanfaatkan. Jika demikian, mengingat konselor adalah
penanggungjawabnya, ia harus menghentikan proses konseling itu. Konselor
sebaiknya berhati-hati juga ketika menyikapi hubungan pribadi dengan klien.
Kedekatan yang berlebihan dengan klien sering menjadikan dia sangat bergantung
kepada kita. Oleh sebab itu, kita harus bisa menjaga jarak. Kita harus
mengetahui tanda-tanda klien mulai bergantung kepada kita. Jika itu sudah
terjadi, kita bisa tidak objektif lagi. Kita akan kesulitan dalam melihat
masalah klien dan merefleksikan perasaannya ketika relasi tersebut sudah menjadi
terlalu personal. Jadi, relasi yang dibangun di antara konselor dan klien
haruslah bersifat terapeutik. Karakteristik Terapis yang Efektif
- Beritikad baik: prihatin
terhadap keadaan orang lain dan bersedia membantunya (termasuk
memperhadapkan dia dengan hal-hal yang belum disadarinya).
- Bersedia dan dapat hadir
bersama klien dalam pengalaman hidupnya, entah suka maupun duka
- Menyadari dan menerima
kelebihannya bukan dengan maksud untuk menguasai atau mendominasi orang
lain atau mengecilkan orang lain.
- Menggunakan metode dan gaya
berkonseling yang sesuai dengan kepribadiannya sendiri.
- Bersedia menanggung risiko,
rela menjadi contoh, dalam hal ini bagi kliennya. Bersedia disentuh secara
emosional dan menyampaikannya kepada klien pada saat itu diperlukan.
- Menghargai diri sendiri
sehingga mampu berhubungan dengan orang lain. Menggunakan kelebihannya
dalam hal berhubungan dengan orang lain.
- Bersedia menjadi contoh bagi
klien dan tidak menuntut klien melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak
mampu lakukan. Dituntut kejujuran, keterbukaan, dan kesediaan mengoreksi
diri sendiri.
- Berani mengambil risiko untuk
membuat kekeliruan dan berani mengakuinya pula. Bersedia belajar dari
kekeliruan itu tanpa mencela diri sendiri.
- Berorientasi pada pertumbuhan:
tidak menganggap diri telah
Corey
(2009) menjelaskan beberapa bahasan penting dalam etika konseling, diantaranya:
- Etika dalam menggunakan tape
recorder dalam proses wawancara. Beberapa konselor kadang tidak
menggunakan tape recorder karena befikiran akan menimbulkan ketidakpercayaan
dan ketidaknyamanan pada klien. Hasil rekaman wawancara yang dihasikan
dapat membantu klien dalam menurunkan sedikit kecemasan yang dialaminya.
- Adanya kecenderungan pihak
tertentu untuk lebih mengutamakan perlindungan hukum terhadap klien dibanding
berusaha secara baik untuk membantu mereka melewati krisis. Pada poin ini
sebetulnya menegaskan bahwa sebaiknya konselor mengkomunikasikan
batasa-batasan proses konseling, sehingga klien dapat memutuskan sejauh
mana informasi yang akan diberikan.
- Proses konseling yang dijalani
oleh klien sebaiknya dilakukan karena kemauan klien itu sendiri, tanpa ada
unsur perintah ataupun paksaan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh
konselor agar klien bersedia bekerjasama dengan baik dalam proses
konseling yakni menghadirkan kemungkinan-kemungkinan kepada klien akan
sesuatu yang akan dicapai dalam konseling.
Corey,
G. 2009. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. PT. Refika
Aditama: Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar